Jakarta, 7/1 (Antara) - Direktur Jenderal (Dirjen) Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Muhammad Dimyati mengatakan tersisa dua isu utama yakni kelembagaan dan anggaran atau pendanaan riset yang masih harus dibahas untuk merampungkan Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Nasional Iptek (Sinas Iptek).
"Dari delapan isu utama yang didiskusikan itu, mayoritas sudah diterima kecuali dua isu, yaitu isu kelembagaan dan anggaran atau pendanaan riset," kata Dimyati saat dihubungi Antara dari Jakarta, Senin.
RUU Sinas Iptek itu akan menjadi penyempurnaan terhadap Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002. Dimyati mengatakan pembahasan RUU itu akan mulai dibicarakan kembali dengan DPR pada Januari 2019 dan diperkirakan pada akhir minggu ini.
Dimyati mengatakan masih ada perbedaan pendapat terkait isu kelembagaan, yakni antara perlu dibentuknya lembaga baru yang mengurusi riset atau cukup hanya melakukan penguatan kelembagaan.
"Fraksi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mengusulkan lembaga baru, kalau pemerintah mengusulkan cukup penguatan lembaga saja," ujarnya.
Terkait isu kelembagaan, dia mengatakan ada pendapat bahwa tidak perlu pembentukan lembaga baru untuk mengatasi masalah tumpang tindih, efisiensi dan koordinasi karena koordinasi kebijakan antar lembaga dapat diatasi dengan koordinasi antara program dan anggaran.
"Ada pendapat tidak perlu dibentuk lembaga baru yang belum tentu menjamin adanya perilaku untuk menghilangkan tumpang tindih dan lebih efisien sehingga pendapatnya masih berkisar antara penguatan koordinasi. Kalau selama ini koordinasinya adalah koordinasi kebijakan, maka tumpang tindih tersebut nanti bisa diatasi dengan koordinasi program dan anggaran sehingga langkah untuk memutuskan apakah badan baru atau tidak masih akan kita bicarakan nanti di bulan Januari ini dengan DPR," ujarnya.
Sementara terkait isu penganggaran riset, dia mengatakan pembahasan masih seputar apakah harus menyebutkan presentase penganggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau cukup menyebutkan asal penganggaran riset dari APBN tersebut.
Dia mengatakan, jika menyebutkan kisaran anggaran dari APBN, maka nanti akan mengikat sektor-sektor yang lain seperti anggaran 20 persen untuk pendidikan dan lima persen untuk kesehatan.
"Nanti kalau setiap pembuat undang-undang itu mengusulkan presentase anggaran di dalam undang-undang lama-lama APBN itu habis. Sekarang ini beban fiskalnya saja sudah 78,3 persen, artinya sudah tinggi sekali beban fiskal itu sehingga kita masih mendiskusikan perlu disebutkan prosentase anggaran di dalam undang-undang itu," tuturnya.
Sementara itu, isu lain seperti tentang judul undang-undang itu nantinya dapat dilakukan pada tahapan akhir setelah isinya rampung.
"Nanti judul bisa belakangan tidak masalah tergantung isinya, sumber daya sudah tidak ada masalah, lalu penggunaan sarana prasarana yang dimiliki lembaga pendidikan lain supaya bisa optimal," ujarnya.
Selain itu, Dimyati menuturkan melalui RUU itu, pihaknya mendorong agar badan usaha diberikan pengurangan pajak (tax reduction) sehingga mereka lebih giat atau mendukung anggaran risetnya.
Melalui RUU itu, pihaknya juga mendorong penguatan inovasi melalui pengembangan sistem inovasi nasional dari pusat dan daerah.
Baca juga: Menristekdikti: Revisi UU Sinas Iptek wadahi inovasi
Baca juga: AIPI Nilai RUU Sinas Iptek Belum Diperlukan
Baca juga: Menristekdikti: dana riset 2018 meningkat jadi Rp2,45 triliun
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019