Sebenarnya buat kita itu yang masalah adalah naik turunnya, karena kalau tidak stabil sangat merugikan karena kita banyak ekspor dan impor. Yang kita harapkan bisa tetap stabil

Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) berharap volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS terus terjaga sehingga tidak mengganggu dunia usaha, terutama yang bergerak di kegiatan ekspor dan impor.

"Sebenarnya buat kita itu yang masalah adalah naik turunnya, karena kalau tidak stabil sangat merugikan karena kita banyak ekspor dan impor. Yang kita harapkan bisa tetap stabil," kata Wakil Ketua Umum APINDO Shinta Widjaja Kamdani usai jumpa pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin.

Shinta menuturkan, ketidakpastian ekonomi global masih terus berlanjut terutama akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memicu perang dagang. Hal tersebut membuat nilai tukar di sejumlah negara terutama di negara berkembang terganggu.

"Ini memang naik turun. Ketidakpastian ini akan terus terjadi karena kita tidak tau posisi dari Trump ini seperti apa, kebijakannya tidak stabil. Jadi dengan isu perang dagang, ketidakpastian global yang terjadi, tentu saja membuat mata uang asing tidak stabil," ujar Shinta.

Oleh karena itu, lanjut Shinta, pemerintah Indonesia perlu menggunakan mata uang asing selain dolar AS dalam transaksi perdagangan dengan negara lain, misalnya Yuan China. Dengan demikian, apabila terdapat gejolak nilai tukar akibat pergerakan dolar, dapat diminimalisir.

"Sekarang Yuan sudah diakui, jadi bagaimana caranya bahwa perdagangan bisa menggunakan mata uang selain US dolar. Saya rasa ini akan mulai digali. Saat ini ketergantungan kita kan sangat besar sementara di AS The Fed masih bisa naik dan kalau terus naik pastinya akan ada dampaknya," kata Shinta.

Bank Indonesia memang tengah gencar melakukan kerja sama penerapan kebijakan local currency settlement (LSC) dan bilateral swap dengan sejumlah negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam perdagangan ekspor impor.

Menurut Shinta, penggunaan mata uang asing selain dolar tersebut memang akan sangat membantu dan dapat dimanfaatkan, seperti dengan China yang merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.

"Kita kan sekarang dengan Tiongkok cukup besar dari segi volume perdagangannya. Jadi kalo kita lihat sederhana, penggunaan mata uang asing ekspor impor cukup besar. Jadi kalo kita bisa menggunakan mata uang lain selain US dolar, bisa sangat membantu. Kebetulan pemerintah sudah menandatangani, skala Indonesia Tiongkok. Jadi currency swap-nya sudah ada, ini bisa kita manfaatkan," ujar Shinta.

Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS terus menguat mendekati level Rp14.000 per dolar AS. Rupiah pada Senin ini mencapai Rp14.105 per dolar AS, menguat dibandingkan akhir pekan lalu Rp14.350 per dolar AS.

Baca juga: Rupiah terapresiasi seiring pernyataan 'dovish' oleh Gubernur The Fed

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019