Bekasi, Jawa Barat (ANTARA News) - Kementerian Ketenagakerjaan bersama sejumlah instansi terkait tengah menindaklanjuti keterlibatan agen penyalur tenaga kerja domestik dalam kasus kerja paksa sebanyak 300 mahasiswa Indonesia di Taiwan.
"Apakah ada keterlibatan agen dari Indonesia, itu yang sedang kami cek," kata Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, di Bekasi, Senin.
Pernyataan itu disampaikannya usai memberi pembekalan kepada 9.296 angkatan kerja yang menjadi peserta Pelatihan Berbasis Kompetensi di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Cevest Kota Bekasi, Jawa Barat.
Ia sudah mengecek langsung kebenaran kabar tersebut dari Kamar Dangan dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taiwan.
Menurut dia, ada pihak yang sengaja memanfaatkan kerja sama antara Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan sejumlah Universitas di Taiwan dalam kemunculan kasus tersebut.
"Ternyata memang ada kasus itu. Namun, oleh Kementerian Luar Negeri telah ditutup sampai kasusnya selesai," katanya.
Ia berpendapat, kasus mempekerjakan secara paksa sebanyak 300 mahsiswa Indonesia dalam bisnis pengemasan lensa kontak di Taiwan murni sebagai kasus penipuan.
"Kasus ini harus dipidanakan. Ada pihak tertentu yang sengaja manfaatkan kerja sama itu di luar prosedur. Yang terlibat harus ditindak," katanya.
Saat ditanya wartawan apakah seluruh mahasiswa yang didominasi kalangan perempuan itu akan dipulangkan ke Indonesia, Hanif mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu bersama instansi terkait.
"Apakah mahasiswa yang menjadi korban ini akan dipulangkan atau tidak, akan ditelusuri dahulu," katanya.
Sebelumnya, diberitakan oleh media lokal Taiwan bahwa ada 300 pelajar Indonesia yang dipaksa kerja selama 40 jam sepekan di salah satu pabrik lensa kontak di negara setempat.
Akibat dari laporan ini, perekrutan dan pengiriman mahasiswa skema kuliah-magang ke Taiwan dihentikan sementara.
Taiwan News menurunkan laporan enam universitas Taiwan yang mengirim mahasiswa asing untuk bekerja di pabrik tersebut.
Mahasiswa asing ini berasal dari negara-negara yang termasuk dalam kebijakan NSP atau New Southbound Policy. Indonesia merupakan salah satu negara target.
Dalam laporan itu disebutkan ada 300 pelajar Indonesia di bawah usia 20 tahun yang terdaftar di Universitas Hsing Wu melalui jasa agen.
Politikus lokal Ko Chih-en mengatakan bahwa para pelajar hanya dibolehkan mengikuti kelas dua hari sepekan dan satu hari libur.
Empat hari lainnya digunakan untuk bekerja di pabrik pengemasan 30.000 lensa kontak dalam satu sif kerja selama 10 jam.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019