New York (ANTARA News) - Negara-negara pemilik hutan hujan tropis menghargai inisiatif pemerintah Republik Indonesia untuk mengkonsolidasikan negara-negara pemilik hutan hujan tropis di dunia, guna melestarikan kelangsungan paru-paru dunia itu. Pernyataan itu dikemukakan Juru Bicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal, kepada wartawan seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka forum pertemuan tingkat tinggi negara-negara pemilik hutan hujan tropis yang dilakukan di sela-sela sidang umum ke-62 PBB di New York, Senin petang waktu setempat atau Selasa pagi waktu Indonesia. Menurut Dino yang mendampingi Kepala Negara dalam petemuan "High-Level Meeting on Climate Change" dan pertemuan khusus Tropical Rainforest Countries di Markas Besar PBB di New YoNew York, inisiatif Indonesia mengadakan pertemuan dan forum negara-negara pemilik hutan hujan tropis sangat dihargai negara-negara anggotanya. Pada kesempatan itu Dino juga menjelaskan forum tersebut merupakan inisiatif penting karena dilakukan tiga bulan sebelum konferensi Bali tentang perubahan iklim pada akhir tahun 2007, dimana sedikitnya 10.000 anggota delegasi diharapkan hadir. Kehadiran Brazil dalam forum itu juga disebut Dino sebagai hal yang penting secara politis, karena merupakan perkembangan positif dan kemajuan yang dapat diukur untuk mengkonsolidasi negara-negara pemilik hutan hujan tropis. Sebelumnya forum negara-negara pemilik hutan hujan tropis yang digagas Indonesia ini bernama Forestry Eight (F-8). Namun, belakangan tiga negara lain bergabung. Yang paling menggembirakan adalah kehadiran Brasil. Bukan saja selama ini Brasil enggan ikut dalam forum serupa, melainkan terutama mengingat posisi Brasil sebagai pemilik hujtan hujan tropis terbesar di dunia. Kini, anggota forum ini menjadi 11 negara. Mereka adalah Brasil, Kamerun, Kolombia, Kongo, Kostarika, Gabon, Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, dan Peru. Pertemuan 11 negara itu dilakukan dengan tujuan untuk menyusun suatu proposal guna memperkuat peranan hutan dalam mengurangi pemanasan global. Sementara itu dalam pidatonya, Kepala Negara menyebut mengenai upaya Indonesia untuk berusaha menjembatani perbedaan kepentingan negara berkembang dengan negara maju dalam melihat masalah perubahan iklim dengan mengajak mereka untuk mencoba `berpikir di luar kotak`. Usaha tersebut tergambar dari pidato yang disampaikan Presiden Yudhoyono pada pertemuan tingkat tinggi tentang Perubahan Iklim dengan tema khusus mengenai mitigasi, yaitu upaya meminimalisasi dampak perubahan iklim. Seperti yang masih terjadi saat ini, masalah perubahan iklim masih disikapi secara hati-hati oleh negara-negara berkembang. Banyak di antara negara berkembang yang menganggap bahwa negara-negara majulah yang harus lebih bertanggung jawab mengatasi perubahan iklim karena merekalah yang menyumbangkan emisi dalam jumlah besar sehingga berpengaruh terhadap pemanasan global. Secara khusus, Presiden mengajak negara-negara berkembang untuk berbuat yang sesuatu yang lebih dalam upaya mengurangi pembuangan gas rumah kaca. Menurut Kepala Negara , negera-negara berkembang perlu menciptakan kelompok-kelompok yang membentuk strategi inovatif dan berpikiran jauh ke depan menyangkut mitigasi dan adaptasi. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007