New York (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk membuka kembali kedutaan besar RI di Baghdad yang untuk sementara ditutup karena krisis dan konflik yang terjadi di Irak. Hal itu disampaikan oleh Jurubicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal, kepada wartawan di New York, Senin petang waktu New York atau Selasa pagi waktu Indonesia. Dino menjelaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keinginan itu dalam pertemuan dwipihak dengan PM Irak, Nuri Kamil Al-Maliki, di sela-sela sidang umum ke-62 PBB. Dino yang turut hadir dalam pertemuan itu mendampingi Presiden Yudhoyono mengatakan pernyataan Presiden Yudhoyono disampaikan untuk menjawab permintaan PM Irak agar Indonesia membuka kembali kedutaan besarnya di Baghdad. "Presiden menyatakan bahwa Indonesia memang berencana membuka kembali kedubes tersebut. Persiapannya sedang dipelajari pihak Departemen Luar Negeri," kata Dino. Namun saat ditanya tenggat waktu pembukaan kedutaan besar itu, Dino hanya berkata,"Sesegera mungkin". Presiden Yudhoyono melakukan pertemuan bilateral selama sekurangnya 30 menit dengan PM Irak guna mendengarkan penjelasan Al-Maliki mengenai situasi politik dan keamanan terakhir di Irak. Menurut Dino, dari keterangan yang disampaikan oleh PM Irak, maka pemerintah RI melihat adanya tanda-tanda ekonomi Irak bergerak membaik tahun ini, seiring perkembangan positif situasi politik dan keamanan di negeri 1001 malam itu. "Presiden menekankan bahwa Indonesia ingin Irak stabil, damai, dan demokrasi tumbuh, Indonesia akan meningkatkan hubungan dengan Irak, dan itu dimulai dengan pembukaan Kedubes di Baghdad," ujarnya. Selain dengan Irak, Presiden Yudhoyono juga melakukan pertemuan serupa dengan PM Denmark, Anders Fogh Rasmussen, dan PM Turki, Recep Tayyep Erdogan. Ketiga pertemun dwipihak itu dilakukan secara tertutup, para wartawan hanya diizinkan untuk mengambil gambar dan foto selama lima menit pertama. Pada setiap pertemuan itu Presiden Yudhoyono selalu mengangkat isu perubahan iklim dimana kedua pemimpin kemudian sepakat untuk mempererat kerja sama dwipihak, diplomasi global, dan perubahan iklim. Dalam pertemuan dengan PM Denmark, kedua pemimpin bahkan sepakat mengenai keperluan penyusunan suatu peta jalan setelah konferensi PBB mengenai perubahan iklim di Bali pada akhir tahun nanti. Peta jalan itu untuk menjamin agar pada 2009, ketika Denmark memperoleh giliran menjadi tuan rumah pertemuan serupa maka akan ada mandat yang jelas untuk melakukan negosiasi. "Sehingga pada 2012 nanti, ketika Protokol Kyoto berakhir, ada perjanjian baru yang lebih komprehensif dan efektif," katanya. Indonesia selaku tuan rumah pertemuan tingkat tinggi mengenai perubahan iklim di Bali pada Desember 2007 menargetkan sedikitnya 10 ribu orang hadir dan terlibat dalam kegiatan akbar itu dan berhasil merumuskan suatu langkah nyata untuk mencegah perubahan iklim. (*)
Copyright © ANTARA 2007