Keindahan alam yang diberikan maha kuasa itu, tak pelak menjadikan daerah yang dikenal dengan sebutan Bumi Gora ini menjadi tempat surganya para pelancong nusantara maupun mancanegara untuk berlibur.
Ramainya kunjungan wisatawan ke daerah yang dulunya merupakan bagian dari Sunda Kecil ini membuat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di wilayah NTB menjadi kian pesat.
Kemajuan sektor pariwisata di NTB ditandai dengan meningkatnya angka kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara setiap tahunnya. Dimulai tahun 2015 dengan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 2,51 juta orang. Tahun 2016 jumlah wisatawan yang berkunjung ke NTB naik menjadi 3,1 juta orang. Begitu juga di tahun 2017 realisasinya mencapai 3,8 juta orang.
Jumlah ini meningkat dari target yang ditetapkan 3,5 juta orang. Namun, di tahun 2018 target menarik kunjungan 4 juta wisatawan urung tercapai, akibat gempa yang melanda NTB pada akhir Juli hingga Agustus 2018.
"Jujur harus kami sampaikan angka kunjungan turun menjadi 2,8 juta wisatawan yang terdiri atas 1 juta wisatawan mancanegara dan 1,8 juta wisatawan nusantara," ujar Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Mohammad Faozal di Mataram.
Ia menjelaskan, penurunan angka kunjungan wisatawan paling dirasakan sejak NTB dilanda gempa pada akhir Juli hingga Agustus, sehingga dampaknya berimbas hingga akhir 2018.
Praktis sejak gempa pertama kali terjadi pada Juli, pariwisata NTB mengalami krisis. Karena banyak destinasi, hotel yang ikut terdampak. Bahkan, sampai hari ini beberapa destinasi seperti Gunung Rinjani belum normal untuk pendakian.
Pada awal-awal pascagempa, okupansi hotel baik city hotel maupun resor rata-rata turun drastis hingga mencapai 10 persen. Padahal, sebelum gempa rata-rata okupansi hotel di atas 90-100 persen baik city hotel maupun resor.
"Kalaupun ada yang menginap pascagempa hanya volunter dan relawan," terangnya.
Mantan Kepala Museum NTB ini mengakui, tidak hanya destinasi dan hotel yang ikut terdampak akibat gempa, aktivitas penerbangan juga ikut terganggu. Ini bisa dilihat banyaknya maskapai, seperti Garuda Indonesia, Air Asia, Silk Air dan Lion Air yang mengurangi penerbangan ke Bandara Internasional Lombok (BIL), baik domestik maupun luar negeri, akibat sepinya penumpang. Alhasil harga tiket pun menjadi naik.
Meski demikian, menurut Faozal, pihaknya tidak ingin berlama-lama berdiam diri dengan terus meratapi kesedihan pascagempa. Karena, pihaknya menyadari sektor pariwisata kini menjadi program unggulan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB selain pertanian, perkebunan dan pertambangan.
Gencarkan Promosi
Langkah strategis pun disusun untuk mengembalikan kejayaan pariwisata NTB yang sempat terkoyak akibat gempa. Dibantu dukungan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melalui tim Tourism Crisis Center (TCC), Pemprov NTB melalui Dinas Pariwisata kemudian berkolaborasi melakukan pembenahan dan pemulihan pascagempa bumi hebat yang terjadi pada akhir Juli hingga Agustus 2018 itu.
Salah satunya, melakukan promosi ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Batam, Banjarmasin, Yograkarta, Bandung, Makassar dan luar negeri, Malaysia dan Singapura. Bahkan, untuk pemulihan pariwisata NTB, Kemenpar memberikan bantuan anggaran sebesar Rp20 miliar.
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk table top yang diikuti ratusan penjual dan pengguna jasa. Melalui kerjasama kini pariwisata NTB mulai menampakkan hasil, sebanyak 280 paket wisata berhasil dijual. Bahkan, pemulihan pariwisata NTB dinilai lebih cepat pascagempa.
"Memang hasilnya belum bisa kita ukur sekarang. Tapi di beberapa destinasi kunjungan wisatawan sudah kembali normal, seperti di kawasan tiga Gili (Trawangan, Air dan Meno) dan kota Mataram," kata Faozal.
Ketua TCC atau tim Kerja Pemulihan Destinasi dan Promosi Pariwisata NTB Bangkit, Dr Farid Said mengakui pemulihan pariwisata NTB lebih cepat dari perkiraan. Hal ini bisa dilihat meningkatnya kunjungan wisatawan ke sejumlah destinasi wisata, seperti Kota Mataram, Mandalika Lombok Tengah dan tiga Gili (Trawangan, Air dan Meno) di Kabupaten Lombok Utara.
"Awalnya pemulihan pariwisata, kita perkirakan baru akan terjadi di awal 2019. Tapi, yang terjadi justru lebih cepat, karena memang tidak semua destinasi terkena dampak gempa," ujarnya.
Farid mengakui, dari beberapa destinasi utama yang ada, kawasan tiga Gili (Trawangan, Air dan Meno) di Kabupaten Lombok Utara yang dinilai paling cepat proses pemulihannya. Karena banyak pelaku wisata di tiga Gili merupakan orang asing. Ditambah kawasan tiga Gili berdekatan dengan Bali, sehingga membantu proses pemulihan di wilayah itu.
"Ini beda dengan Senggigi yang cenderung lebih lambat, karena memang segmen pasar Senggigi lebih kepada menengah ke atas. Beda dengan Trawangan yang menengah ke bawah," terangnya.
Sementara itu, Kota Mataram, menurutnya juga cepat proses pemulihan pariwisatanya. Karena, merupakan kawasan bisnis dan wisata MICE Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition) di NTB. Begitu juga dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah yang tidak terlalu terdampak gempa.
Secara persentase rata-rata di kawasan Trawangan itu okupansinya mencapai 60 persen, Senggigi masih 20-25 persen dan Mandalika 60-70 persen.
Cepatnya proses pemulihan pariwisata NTB tidak terlepas dari dukungan yang diberikan Kemenpar dan komitmen Pemprov NTB. Terutama, dalam meyakinkan pasar bahwa Lombok aman dikunjungi. Melalui acara table top di sejumlah daerah maupun luar negeri.
Selain promosi ke sejumlah daerah di tanah air dan luar negeri. Pemprov NTB dibantu Kemenpar, juga melakukan upaya penjajakan kerja sama dengan sejumlah maskapai penerbangan nasional dan internasional.
Upaya ini tidak lain dilakukan untuk meningkatkan kembali jumlah kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara ke destinasi-destinasi wisata di Pulau Lombok dan Sumbawa.
Sebab, pascagempa jumlah maskapai yang melayani rute dari dan menuju Bandara Internasional Lombok (BIL) sempat berkurang, akibat turunnya jumlah penumpang yang berlibur ke daerah itu.*
Baca juga: ASITA NTB ungkapkan agen wisata Filipina banyak belum tahu Lombok
Baca juga: NTB destinasi wisata halal terfavorit ASR 2018
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019