Format ini kan baru digunakan dan merupakan usaha agar debat lebih baik sehingga kita tunggu saja pelaksanaannya
Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto menilai format debat calon presiden-calon wakil presiden dengan menggunakan pertanyaan terbuka, bukan seperti ujian sekolah seperti yang dituding beberapa pihak.
Dia menilai, pertanyaan terbuka itu agar capres-cawapres dapat memberikan jawaban yang konkret atas pertanyaan panelis, bukan jawaban normatif yang selama ini terjadi dalam debat.
"Ini upaya melengkapi agar visi-misi capres-cawapres yang normatif menjadi praktis dan konkret," kata Sunanto saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Dia meyakini bahwa format pertanyaan terbuka merupakan kesepakatan kedua tim sukses capres-cawapres ketika pertemuan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mementukan format debat.
Karena itu Sunanto menilai hal itu tidak perlu menjadi polemik karena tujuannya baik yaitu agar lebih adil bagi masing-masing pasangan calon untuk mempersiapkan jawaban panelis secara konkret.
"Format ini kan baru digunakan dan merupakan usaha agar debat lebih baik sehingga kita tunggu saja pelaksanaannya," ujarnya.
Dia meyakini pemaparan visi-misi paslon sifatnya normatif sehingga pertanyaan panelis mengarah pada hal teknis sehingga ketika format pertanyaan terbuka digunakan maka jawabannya pun tidak bersifat normatif.
Sunanto mencontohkan ketika paslon berbicara akan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan, hal itu harus spesifik dan rinci, keadilan terkait apa yang ingin dicapai.
"Kalau itu dilakukan maka masyarakat tahu apa yang akan diperbuat pemimpinnya lima tahun kedepan, bukan jawaban yang normatif," katanya.
Dia mengakui selama ini debat capres-cawapres banyak berkutat pada hal-hal yang normati sehingga format pertanyaan terbuka bisa dikatakan langkah terobosan agar jawab yang disampaikan paslon bersifat teknis yang akan diperbuat.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) akan menggunakan dua format pertanyaan dalam debat perdana capres-cawapres yang berlangsung pada 17 Januari yaitu menggabungkan pertanyaan terbuka dan tertutup.
Baca juga: KPU gelar pertemuan dengan panelis debat capres
Baca juga: KPU: Debat capres mendahulukan gagasan bukan pertunjukan
Pada format pertanyaan terbuka, KPU akan mengirimkan daftar pertanyaan terlebih dahulu kepada kedua paslon sepekan sebelum debat digelar.
Jumlah pertanyaan yang diberikan sekitar 20 buah namun hanya tiga pertanyaan saja yang nantinya akan disampaikan.
Kebijakan tersebut dikritisi Direktur Materi dan Debat BPN Prabowo-Sandi, Sudirman Said yang menilai hal tersebut sangat merugikan masyarakat karena mereka tidak akan mendapatkan jawaban yang jujur dan spontan dari kandidat.
"Persoalan nyata di masyarakat datang tiba-tiba dan pemimpin harus bisa meresponnya secara spontan. Kalau debat soalnya dibocorkan, itu mencabut hak rakyat mengetahui kemampuan calon pemimpinnya,” ujar Sudirman.
Dia menilai kalau soal debat dibocorkan lalu jawaban dibuat tim sukses, kandidat tinggal membacakan maka kemampuan kandidat mengatasi persoalan bangsa tidak akan terlihat dengan pola debat seperti itu.
Menurut Sudirman, selama ini kita mempermasalahkan dan menganggap kriminal pihak yang membocorkan soal ujian nasional (UN), lalu soal ujian untuk calon pemimpin negara malah mau dibocorkan.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman, mengatakan institusinya tidak memutuskan sendiri terkait mekanisme pemberian pertanyaan terlebih dahulu sebelum debat.
Dia menegaskan KPU selalu menetapkan segala hal yang berkaitan dengan debat kandidat sesuai dengan kesepakatan antara TKN Jokowi-Ma'ruf dan BPN Prabowo-Sandi.
Baca juga: Ma'ruf Amin siap tampil pada Debat Capres-Cawapres
Baca juga: BPN Prabowo-Sandi sayangkan KPU coret aktivis antikorupsi
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2019