Bandarlampung (ANTARA News) - Warga terdampak tsunami Selat Sunda di pesisir pantai Kabupaten Lampung Selatan, seperti Desa Banding, Way Muli Induk, Way Muli Timur, Sukaraja, dan Kunjir masih berharap mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk perbaikan perahu mereka yang rusak akibat tsunami pada Sabtu (22/12).
Salah seorang Warga Way Muli Induk, Rahmat, Jumat, mengatakan umumnya warga di sini adalah nelayan, sehingga akibat tsunami, perahu dan kapal yang dimiliki untuk melaut sudah banyak yang hancur.
Ke depannya, mereka tidak tahu bagaimana lagi untuk mencari nafkah bagi keluarga. "Pasrah saja, harta benda juga sudah hilang, masih untung masih selamat," katanya lagi.
Rahmat menjelaskan, memang sebagian warga di pengungsian adalah warga yang tidak terdampak langsung, namun mereka juga mengalami kerugian material seperti kehilangan perahu/kapal yang dimiliki. Padahal kapal itu adalah sarana penghidupan mereka sebagai nelayan.
Ia pun mengtakan bahwa sejak awal hingga kini tidak mengalami kekurangan masalah stok pangan dan pakaian, karena bantuan terus mengalir dari posko-posko yang masih ada baik dari pemerintah maupun melalui para relawan yang menyalurkan sumbangan dari berbaai pihak.
"Bantuan perbaikan kapal itu sangat penting bagi kami, karena kami mempunyai keluarga untuk diberi makan," katanya lagi. Harapan serupa juga dikatakan salah seorang warga Way Muli Timur Jana, Menurutnya, bantuan perahu/kapal itu sangat penting untuk kelanjutan hidup setelah masa relokasi.
"Kami tidak mungkin hidup terus-menerus dengan mengandalkan bantuan dari pemerintah dan relawan," katanya pula.
Saat kunjungan Presiden Joko Widodo pada Rabu (2/1), pemerintah akan memfokuskan pembangunan rumah untuk warga yang terdampak oleh tsunami Selat Sunda ini.
Sebelumnya Polda Lampung sudah mendata bahwa setidaknya ada 190 unit perahu milik para nelayan yang rusak dari dampak tsunami di pesisir Lampung Selatan tersebut.*
Baca juga: Korban meninggal tsunami di Pandeglang capai 479 orang
Baca juga: BUMN salurkan bantuan korban tsunami Lampung senilai Rp1,9 miliar
Pewarta: Budisantoso Budiman dan Dian Hadiyatna
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019