Jakarta (ANTARA News) - Plt Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, Antonius Ratdomopurbo, mengatakan, letusan Gunung Anak Krakatau merupakan tipe strombolian.
"Gunung Anak Krakatau merupakan tipe strombolian yang mengeluarkan pijar api bukan awan panas besar," kata dia, di Jakarta, Jumat.
Oleh sebab itu cukup kecil potensi Gunung Anak Krakatau menimbulkan tsunami.
Letusan yang baru-baru ini terjadi di Gunung Anak Krakatau merupakan letusan freatik, di mana letusan terjadi akibat magma menyentuh air.
Pada pukul 14.21 WIB Jumat (4/1) Gunung Anak Krakatau, di Selat Sunda meletus, menimbulkan kolom abu dengan tingi kurang lebih 2.000 meter di atas puncak atau sekitar 2.110 meter di atas permukaan laut menurut PVMBG.
Kolom abu dari Gunung Anak Krakatau mengarah ke utara dan timur laut.
Kolom abu teramati berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal. Letusan terekam pada seismogram dengan amplitudo maksimum 14 milimeter dan durasi kurang lebih tiga menit tujuh detik.
Suara dentuman letusan juga terdengar di Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau PVMBG.
Gunung Anak Krakatau pada pukul 09.39 WIB Jumat, meletus dan mengeluarkan kolom abu berwarna putih hingga kelabu dengan tinggi ± 1.500 m di atas puncak.
Selama Kamis, gunung itu juga meletus 37 kali, melontarkan lava pijar, abu vulkanik dan pasir.
Saat ini Gunung Anak Krakatau berada pada Status Level III (Siaga) dengan rekomendasi masyarakat atau wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius lima km dari kawah.
Pewarta: Aubrey Fanani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019