Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) minyak goreng dengan dana sebesar Rp300 miliar yang bersumber dari APBNP 2007. "Untuk menurunkan dan menstabilkan lebih lanjut harga minyak goreng, pemerintah mengeluarkan kebijakan lagi yaitu subsidi PPN minyak goreng," kata Menko Perekonomian Boediono di Gedung Departemen Keuangan Jakarta, Senin. Hadir dalam kesempatan itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menperind Fahmi Idris, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi, dan Dirjen Pajak Darmin Nasution. Pemberlakuan kebijakan subsidi PPN minyak goreng itu diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 188/011/2007 tanggal 24 September 2007 tentang PPN Minyak Goreng Ditanggung Pemerintah yang mengacu kepada UU Nomor 41 tahun 2007 tentang APBNP 2007. Menurut Menkeu Sri Mulyani, subsidi PPN minyak goreng itu berlaku mulai tanggal ditetapkan KMK itu yaitu tanggal 24 September 2007 dan berlaku khusus untuk minyak goreng curah dan tidak bermerk di tingkat produsen. Lebih lanjut Menko Perekonomian Boediono menyatakan, PPN 10 persen yang biasanya menjadi komponen biaya produksi, tidak perlu lagi sehingga diharapkan harga minyak goreng akan turun dan stabil. "Ini hanya berlaku untuk minyak goreng curah dan tak bermerk yang dikonsumsi kalangan masyarakat biasa, sedangkan untuk kelas yang agak tinggi atau bermerk tidak ditanggung pemerintah," jelasnya. Boediono menjelaskan, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi bahan pokok 1 September 2007, termasuk minyak goreng di mana pemerintah menerapkan kebijakan pungutan ekspor atau bea keluaran untuk produk CPO dan turunannya. Ia juga menjelaskan, dari Rp325 miliar dana untuk subsidi minyak goreng, sebesar Rp25 miliar telah diputuskan untuk untuk melakukan penjualan minyak goreng murah dengan subsidi sebesar Rp2.500/liter kepada masyarakat di berbagai daerah. Ketika ditanya sampai kapan kebijakan subsidi PPN minyak goreng akan dilaksanakan Menko mengatakan, hal itu akan tergantung dari efektivitas mekanisme tersebut. "Kalau efektif diteruskan, sementara kalau berdasar analisis tidak efektif ya dihentikan," kata Boediono.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007