"Jadi ini masalah berita lama, dan sekarang sedang ada pemilihan presiden di sana, jadi isu ini muncul terus. Intinya bagaimana lawan menghancurkan dengan berita itu. Kami sudah cek, sebenarnya tidak ada 'kerja paksa' itu," ujar Menristekdikti di Semarang, Jumat.
Menteri Nasir mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kantor Ekonomi dan Dagang Taipei (TETO) terkait pengiriman mahasiswa tersebut. Informasi yang masuk ke Menristekdikti, tidak ada masalah dengan mahasiswa di Taiwan.
"Nah, yang masalah adalah tenaga kerja. Jadi mereka itu tenaga kerja sambil kuliah, bukan kuliah kemudian mencari kerja. Jadi urusannya ke tenaga kerja," cetus dia.
Menurut dia, kejadian tersebut merupakan kejadian pada 2016. Sebelum ditetapkannya kerja sama pemberian beasiswa kepada mahasiswa Indonesia.
"Penetapannya baru pada 2017, kemudian diseleksi pada 2018, dan ini mau diberangkatkan pada 2019."
Nasir membantah bahwa mahasiswa Indonesia diberi makanan yang tidak halal. Pihak kampus juga menyediakan beasiswa bagi mahasiswa Muslim.
Menristekdikti pada awalnya mengaku heran dengan pemberitaan "kerja paksa" itu, padahal Indonesia dan Taiwan memiliki hubungan baik dalam bidang pendidikan.
"Bahkan banyak universitas di Taiwan yang meraih peringkat universitas top dunia," kata dia lagi.
Sebelumnya, diberitakan sekitar 300 mahasiswa Indonesia di Taiwan mengalami "kerja paksa". Mereka dipaksa bekerja di berbagai pabrik dan hanya kuliah satu hari dalam seminggu.
Pewarta: Indriani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019