Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) Syafruddin Arsyah Temenggung menjadi 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar dalam perkara korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap BDNI.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan bila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," demikian petikan putusan yang dibacakan pada 2 Januari 2019 dan diterima Antara di Jakarta pada Jumat.
Vonis tersebut diputus oleh majelis hakim Elang Prakoso Wibowo (ketua) dengan anggota Mohammad Zubaidi Rahmat, I Nyoman Adi Juliasa, Reny Halida Ilham Malik dan Lafat Akbar.
Putusan PT DKI Jakarta itu lebih berat dibanding putusan majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 24 September 2018 yang menjatuhkan vonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Syafruddin Arsyad Temenggung.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebelumnya menuntut agar Syafruddin Arsyad Temenggung divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim PT DKI Jakarta menyatakan bahwa Syafruddin selaku Ketua BPPN telah menerbitkan Surat Keterangan Lunas terhadap BDNI milil Sjamsul Nursalim telah sangat melukai secara psikologis masyarakat dan bangsa Indonesia yang baru saja mengalami trauma akibat krisis moneter yang menimpa bangsa Indonesia pada 1998.
"Menimbang, terdakwa selaku Ketua BPPN telah mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar di tengah situasi ekonomi yang sulit sudah barang tentu membawa dampak serius terhadap beban keuangan negara yang sedang mengalami krisis di bidang moneter," tambah hakim Elang dalam salinan petikan putusan tersebut.
Majelis hakim tingkat banding selanjutnya berpendapat adalah dipandang telah adil dan beralasan putusan pidana kepada terdakwa diperberat.
Terhadap putusan PT DKI Jakarta itu, KPK menyambut baik karena sudah sesuai dengan tuntutan KPK yaitu 15 tahun penjara dan denda Rp1 milyar.
"Bagi kami, hal ini menunjukkan bahwa sejak awal dalam kasus BLBI ini, semuanya dilakukan dengan hati-hati dan bukti yang meyakinkan sehingga sejumlah perdebatan tentang apakah ini di ranah pidana atau perdata, mengkriminalisasi kebijakan atau tidak, dan hal lain, sudah terjawab dalam putusan ini. Setidaknya sampai saat ini di tingkat PT demikian," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Namun, menurut Febri, jika pihak Syafruddin mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, KPK akan menghadapi hal tersebut.
"Sedangkan untuk pelaku lain, saat ini sedang terus kami proses di tahap penyelidikan. Sekitar 37 orang telah dimintakan keterangan dari unsur BPPN, KKSK, dan swasta," ungkap Febri.
Terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim, juga telah dibuat dua kali surat permintaan keterangan dan berkoordinasi dengan otoritas di Singapura namun sampai saat ini KPK belum mendapatkan konfirmasi adanya itikad Sjamsul dan istri hadir dalam permintaan keterangan di KPK.
Dalam perkara ini, Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada 1998. BDNI mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA).
Baca juga: Syafruddin Temenggung divonis 13 tahun penjara
Baca juga: KPK tanggapi Syafruddin Temenggung dituntut 15 tahun
Baca juga: Syafruddin Temenggung langsung ajukan banding
Baca juga: Tim KPK koordinasi dengan otoritas Singapura panggil Sjamsul-Itjih
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019