Jakarta (ANTARA News) - Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menemui Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir untuk membahas dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur di China.

Pelanggaran HAM yang dimaksud berupa pelarangan aktivitas ibadah kaum Muslim, penyekapan, pemenjaraan, pemisahan anggota keluarga secara paksa, aborsi, sterilisasi dan pembunuhan tanpa membedakan jenis kelamin dan usia.

Keterangan tertulis dari Delegasi Majelis Nasional KAHMI yang diterima di Jakarta, Jumat, menyebut kejahatan kemanusiaan yang dilakukan otoritas China terhadap warga Uighur di wilayah Xinjiang masuk dalam kategori genosida karena bertujuan untuk menghancurkan keseluruhan atau sebahagian suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan.

Atas dugaan kekerasan kemanusiaan terhadap warga Uighur tersebut, KAHMI mengusulkan kepada pemerintah RI untuk menjelaskan duduk persoalan sebenarnya tentang apa yang terjadi di Xinjiang.

KAHMI mendorong pembentukan delegasi bersama yang merupakan gabungan unsur penting dari Kementerian Luar Negeri dan beberapa perwakilan organisasi kemasyarakatan Islam untuk memantau secara langsung situasi dan kondisi sebenarnya tentang apa yang terjadi di pemerintahan China dan kaum Muslim Uighur di Xinjiang.

Delegasi bersama tersebut harus segera memberikan laporan sekaligus penjelasan kepada masyarakat Indonesia tentang situasi dan kondisi yang terjadi di China, khususnya umat Islam di wilayah Xinjiang.

KAHMI juga mendesak pemerintah China untuk melindungi dan menghormati hak-hak asasi manusia, khususnya hak hidup dan hak beragama bagi umat Islam di Xinjiang.

Yang terakhir, KAHMI berharap pemerintah RI dapat menggagas pertemuan Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jakarta untuk memastikan perlindungan hak-hak asasi manusia dan umat Islam di Xinjiang.

Sebelumnya Kemlu RI telah mendiskusikan isu dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap suku Uighur di Provinsi Xinjiang, China, dengan Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian.

Dalam pertemuan 17 Desember, perwakilan Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan keprihatinan berbagai kalangan di Indonesia mengenai kondisi masyarakat Uighur, sementara Dubes China menyampaikan komitmen negaranya terhadap perlindungan hak asasi manusia dan sependapat bahwa informasi mengenai kondisi masyarakat Uighur penting untuk diketahui publik.

"Kemlu menegaskan bahwa sesuai dengan Deklarasi Universal HAM PBB, kebebasan beragama dan kepercayaan merupakan hak asasi manusia. Merupakan tanggung jawab tiap negara untuk menghormatinya," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir di sela-sela acara Diplomacy Festival (DiploFest) di Universitas Padjadjaran, Bandung, Rabu malam.

"Walaupun merupakan isu dalam negeri China, Kemlu mencatat keinginan Kedubes China di Jakarta untuk terus memperluas komunikasi dengan berbagai kelompok masyarakat madani untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi masyarakat Uighur di China," katanya.

Pemerintah China membantah tudingan masyarakat internasional bahwa rezimnya telah melanggar hak asasi manusia etnis muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, menyatakan bahwa tindakan tegas dilakukan untuk mencegah penyebaran ideologi radikal di kalangan masyarakat Uighur.

Sementara Konsul Jenderal China di Surabaya Gu Jingqi menyebut persoalan suku Uighur sebagai masalah separatis yang muncul dari sebagian kecil warga setempat.

"Warga muslim Uighur di Xinjiang sekitar 10 juta jiwa, sebagian kecil berpaham radikal ingin merdeka, pisah dari RRT. Itu yang kami, Pemerintah China, atasi," kata Jingqi kepada Antara di Surabaya, Jumat (13/12).

Jingqi beranggapan tindakan terhadap etnis Uighur bukanlah bentuk intoleransi terhadap kaum minoritas di China.

Baca juga: Indonesia diharapkan jalankan diplomasi kemanusiaan terkait Uighur

Baca juga: Dubes China kunjungi Muhammadiyah bahas Uighur

Baca juga: MUI dorong pemerintah China perlakukan Etnis Uighur dengan baik

Baca juga: Pemerintah tunggu laporan Duta Besar soal kondisi muslim Uighur

Baca juga: Menanti diplomasi kemanusiaan Indonesia untuk muslim Uighur

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019