Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh dua terpidana mati kasus Bom Bali I, yaitu Imam Samudra dan Ali Ghufron alias Muklas. Atas penolakan PK itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Nurhadi, di Gedung MA, Jakarta, Senin, mengatakan, hukuman yang berlaku bagi keduanya adalah yang dijatuhkan di tingkat kasasi, yaitu hukuman mati. Hukuman itu serupa dengan yang dijatuhkan kepada terpidana mati lainnya, Amrozi. Majelis Hakim yang diketuai oleh Iskandar Kamil dan beranggotakan Bahauddin Qoudry serta Kaimuddin Sale menolak permohonan PK Ali Ghufron pada 23 Agustus 2007. Permohonan PK Imam Samudra ditolak oleh Majelis Hakim yang diketuai Iskandar Kamil dan beranggotakan Djoko Sarwoko serta Moegihardjo pada 19 September 2007. Majelis Hakim yang sama pada 18 September 2007 juga menolak permohonan PK Amrozi. "Dengan ditolaknya permohonan PK ini, maka yang berlaku adalah hukuman kasasi yang dimohonkan untuk ditinjau kembali, yaitu hukuman mati," kata Nurhadi. Imam Samudra, Ali Ghufron, dan Amrozi dihukum mati sejak di pengadilan tingkat pertama pada 2003. Sampai tingkat kasasi yang diputus MA pada 2004, hukuman yang dijatuhkan pada ketiganya tidak berubah. Salah satu hakim anggota yang memutus permohonan PK Amrozi, Djoko Sarwoko, sebelumnya mengatakan, Majelis tidak menganggap novum yang diajukan sebagai bukti baru. Novum yang diajukan oleh Amrozi adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU No 15 Tahun 2003 tentang terorisme tidak dapat berlaku surut. Namun, Djoko menjelaskan, putusan MK itu tidak lantas membuat putusan PN dan PT yang menghukum mati Amrozi sesuatu yang keliru. "Majelis PK menilai putusan MK itu bukan novum dan bukan menunjukkan kesalahan penerapan hukum," ujarnya. Dalam permohonan PK-nya, Amrozi menilai karena adanya putusan MK maka UU terorisme itu bertentangan dengan HAM. Namun, Majelis PK menyatakan, hukum acara UU terorisme telah mengatur prinsip safe guarding rules atau pembatasan kekuasaan negara, yang menjaga dan melindungi hak-hak asasi tersangka dan terdakwa kasus terorisme. Majelis PK juga menyatakan, UU terorisme awalnya diciptakan dalam bentuk Perppu untuk keadaan darurat sehingga dapat menyimpang dari ketentuan UU yang berlaku. Djoko menjelaskan, Majelis PK juga menilai perkara Amrozi yang telah diputus dari tingkat PN hingga kasasi telah berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku sehingga tidak mengandung kekeliruan hukum. Ali Ghufron, Imam Samudra, dan Amrozi kini mendekam di sel khusus LP Batu, Nusa Kambangan, Jawa Tengah.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007