"Saat ini kami sedang menyelidiki kasus ini. Saya sudah berkomunikasi dari kemarin, namun dipastikan mereka berangkat sendiri melalui calo atau agensi," ujar Menristekdikti Mohamad Nasir usai pembukaan rakernas di Semarang, Kamis.
Dia memastikan bahwa ratusan mahasiswa tersebut bukan berangkat melalui skema kerja sama Kemenristekdikti dan Taiwan. Untuk itu, dia meminta masyarakat tidak mudah tergoda dengan iming-iming kuliah di Taiwan.
"Kami minta masyarakat untuk berkomunikasi dengan kami, apakah prosedurnya sudah sesuai atau belum, " jelas dia.
Nasir menjelaskan bahwa banyak perguruan tinggi di Taiwan yang masuk dalam perguruan tinggi teratas di dunia. Menurut dia, skema yang benar adalah satu tahun di kampus dan satu tahun di industri.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan mengirim mahasiswa Indonesia ke Taiwan sebanyak 320 untuk periode Januari dan Februari. Kemudian untuk periode Maret dan April sebanyak 1.000 mahasiswa.
Kemenristekdikti juga berkoordinasi dengan Kantor Ekonomi dan Dagang Taipei (TETO) terkait pengiriman mahasiswa tersebut.
Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Patdono Suwignjo, mengatakan pihaknya juga akan menyelidiki keterlibatan perguruan tinggi dalam negeri dalam kasus tersebut. Menurut Patdono, kasus "kerja paksa" itu terjadi karena kerja sama tidak dilakukan dengan baik sehingga banyak yang terlantar.
Pewarta: Indriani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019