Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri menindaklanjuti laporan mengenai ratusan mahasiswa Indonesia yang dipaksa bekerja di sejumlah pabrik di Taiwan.
Pengaduan mahasiswa Indonesia terkait dengan skema kuliah-magang yang telah berlangsung sejak 2017 ini diperoleh dari Kamar Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, Taiwan.
"Menanggapi pengaduan tersebut, KDEI Taipei telah berkoordinasi dengan otoritas setempat guna memperoleh klarifikasi," kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, melalui pesan singkat diterima di Jakarta, Rabu.
Pada sisi lain, tidak ada hubungan diplomatik resmi antara Indonesia-Taiwan dan sebaliknya.
Dari hasil pendalaman awal KDEI Taipei diketahui situasi yang dihadapi para mahasiswa peserta skema kuliah-magang di Taiwan berbeda-beda di delapan perguruan tinggi yang menerima mereka.
Karena itu, KDEI Taipei akan melakukan pendalaman lebih lanjut guna mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh.
Terkait dengan situasi yang ada saat ini, Kementerian Luar Negeri melalui Kementerian Perdagangan, telah meminta KDEI Taipei untuk mendalami lebih lanjut informasi mengenai situasi mahasiswa skema kuliah-magang.
Juga untuk memastikan otoritas setempat mengambil langkah-langkah konkret yang diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan serta keselamatan mahasiswa peserta skema kuliah-magang.
KDEI Taipei juga diminta berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk menghentikan sementara perekrutan serta pengiriman mahasiswa skema kuliah-magang hingga disepakatinya tata kelola yang lebih baik.
Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 6.000 mahasiswa Indonesia di Taiwan, temasuk di antaranya sekitar 1.000 mahasiswa dalam skema kuliah-magang yang diterima di delapan universitas di Taiwan pada periode 2017-2018.
Diperkirakan jumlah mahasiswa Indonesia di Taiwan akan terus meningkat seiring dengan kebijakan New Southbond Policy otoritas Taiwan yang memberikan lebih banyak beasiswa melalui berbagai skema kepada mahasiswa dari 18 negara Asia, termasuk Indonesia.
Sebelumnya, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menyebut sekitar 300 mahasiswa Indonesia menjadi korban kerja paksa yang diduga dilakukan oknum yayasan, lembaga pendidikan, hingga individu.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Ismunandar, mengatakan ratusan mahasiswa itu dijebak oknum pelaksana program dengan iming-iming akan memperoleh beasiswa kuliah di Taiwan.
Para mahasiswa yang mayoritas perempuan ini mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, di antaranya dipaksa bekerja 10 jam dalam sehari dengan bayaran yang murah. Padahal, pemerintah Taiwan memiliki aturan bahwa mahasiswa yang kuliah di tahun pertama tidak mendapat izin bekerja.
Menurut aturan resmi pemerintah Taiwan, adapun izin bekerja itu didapatkan setelah melalui tahun pertama, itu pun tidak lebih dari 20 jam per minggu. Satu laporan jurnalistik di salah satu media di Taiwan menyebut setidaknya enam perguruan tinggi yang bekerjasama dengan agen penyalur tenaga kerja.
Perguruan tinggi itu mengirimkan mahasiswanya untuk menjadi tenaga kerja murah di pabrik-pabrik itu.
Salah satu perguruan tinggi mempekerjakan mahasiswanya di sebuah pabrik lensa kontak, dimana mahasiswa tersebut dipaksa berdiri selama 10 jam untuk mengemas 30.000 lensa kontak tiap hari.
Sementara jadwal perkuliahan yang dijalani mahasiswa tersebut hanya dua hari dalam satu pekan, sisanya mereka harus bekerja di pabrik-pabrik itu.
Baca juga: Mahasiswa Indonesia ciptakan aplikasi halal di Taiwan
Baca juga: Indonesia-Taiwan kerja sama perlindungan pekerja migran
Baca juga: Pemerintah fasilitasi pemulangan TKI lumpuh di Taiwan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019