Surat Wayan Koster berisi permohonan agar Presiden Jokowi merevisi ketentuan pada Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014, khususnya yang berkaitan dengan peruntukan kawasan Teluk Benoa.
"Di luar peruntukan fasilitas umum seperti pelabuhan, bandar udara dan jaringan jalan agar ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim untuk perlindungan adat dan budaya maritim masyarakat Bali yang berdasarkan Tri Hita Karana," kata Koster saat memberikan keterangan pada awak media di Denpasar, Jumat (28/12).
Dalam surat bernomor 523/1863/Sekret/Dislautkan perihal Usulan Perubahan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 itu, Koster juga memohon agar Presiden memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk tidak menerbitkan izin lingkungan (Amdal) bagi setiap orang yang mengajukan permohonan izin pelaksanaan reklamasi di Perairan Teluk Benoa, di luar peruntukan fasilitas umum yang dibangun pemerintah karena tidak selaras dengan adat dan budaya masyarakat Bali.
Baca juga: Aksi solidaritas penting untuk hentikan proyek reklamasi Teluk
Apresiasi
Anggota DPD RI Gede Pasek Suardika mengapresiasi langkah Gubernur Wayan Koster itu. "Saya apresiasi langkah Gubernur Bali bersurat, meskipun sedikit terlambat. Tetapi jauh lebih baik karena menjadi langkah politik cukup bagus, sekalian menahan upaya investor yang akan bergerak ke arah Amdal," kata Pasek Suardika disela-sela diskusi akhir tahun di Denpasar, Sabtu (29/12) malam.
Pasek melihat upaya Gubernur Bali agak terlambat karena sudah telanjur keluar izin lokasi untuk permohonan ulang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) reklamasi Teluk Benoa, Kabupaten Badung dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Sedikit terlambat, karena didahului manuver investor. Karena investor sudah manuvernya lebih dulu, Menteri Susi sudah mengeluarkan izin untuk pelaksanaan Amdal ulang, ini `kan lucu juga karena proses Amdal sudah lewat, masa pertambahan waktu sudah lewat, sudah berakhir, sudah kedaluwarsa, tiba-tiba dikeluarkan lagi. Meskipun disebut bukan izin reklamasi, tetapi `kan itu izin untuk tahapan keluarnya izin reklamasi," kata Pasek.
Menurut dia, kalau izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dibatalkan, sudah tentu akan ada gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Akan panjang jadinya. Kalau sudah gugat ke pengadilan, maka potensi penguasa menang akan jauh lebih tinggi daripada aspirasi rakyat. Ini harus dicermati," ujarnya yang juga politisi Partai Hanura itu.
Bukan Selesai
Pasek menambahkan, setelah Gubernur Bali bersurat ke Presiden, bukan pula urusan soal reklamasi Teluk Benoa selesai karena izin sudah keluar duluan dan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan belum diganti.
Izin akan berjalan sesuai siklus waktunya sehingga posisinya sekarang masih agak dilematis. "Masalahnya bagaimana perpres mau diubah ketika pemerintah sudah mengeluarkan surat izin yang masih berlaku, di situ letak masalahnya, maka akan sulit," katanya.
Kalau reklamasi Teluk Benoa sampai terjadi, Pasek melihat akan menjadi beban berat bagi kawasan Bali bagian selatan karena Serangan, Benoa, Kuta, itu sudah direklamasi semua.
"Kalau ditambah Teluk Benoa `kan arahnya semua untuk reklamasi sehingga saya kira memang arahnya lebih baik untuk konservasi. dan perlu tekad bersama, termasuk penataan kawasan Suwung," katanya.
Pasek berpendapat kawasan mangrove Suwung harus dijadikan solusi juga bersamaan dengan Teluk Benoa dan kalau bisa menjadi hutan bakau terbaik di dunia.
"Kalau kita mau ikhtiarkan itu saya kira bisa menjadi destinasi wisata baru di masa depan. Ditambah bakau dari seluruh dunia ditanam di sana dan bisa tumbuh, itu luar biasa, bisa menghasilkan cukup banyak dari sektor pariwisata tanpa merusak lingkungan," katanya.
Baca juga: Gubernur Bali surati Presiden minta ubah perpres 51/2014
Baca juga: DPRD Bali tolak reklamasi Teluk Benoa
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018