Santiago (ANTARA News) - Mantan Presiden Peru Alberto Fujimori yang kalah dalam usahanya untuk menolak diekstradisi dari Chile, Jumat dan menurut rencana akan dipulangkan ke Lima untuk menghadapi tuduhan-tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi. Pria yang terkenal karena menumpas kelompok pemberontak Maois Jalan Terang selama pemerintahannya tahun 1990-2000 diperkirakan akan diambil dari tempat kediaman sementaranya di pinggir ibukota Chile, Santiago ke bandara kota itu Jumat petang waktu setempat (Sabtu waktu Indonesia). Dari sana, kata polisi Chile ia akan diterbangkan ke perbatasan Peru di mana ia akan diserahkan kepada pihak berwenang Peru, beberapa jam setelah Mahkamah Agung memutuskan nasibnya dengan memerintahkan pengekstradiaannya. Fujimori, 69 tahun , dipaksa meninggalkan Chile hampir dua tahun setelah ia tiba di Santiago dari Jepang dengan tujuan melakukan kegiatan untuk tampil kembali ke gelanggang politik di Peru. Putra imigran Jepang itu telah menghabiskan waktunya tiga tahun di pengasingan di Jepang menyusul ambruknya pemerintahnya tahun 2000. Dalam penahanan dua tahunnya di Chile, ia beruaha melakukan upaya hukum untuk menghindari diekstradisi ke negara yang pernah diperintahnya. Perjuangannya itu berakhir, Jumat ketika Mahkamah Agung Chile memutuskan mendukung para jaksa Peru. Keputusan-keputusan yang tidak dapat dibanding itu, adalah satu kejutan dan bertentangan dengan keputusan sebelumnya oleh satu pengadilan negara itu. Pengadilan itu menyetujui bukti yang mengkaitkan Fujimori dalam dua pembunuhan-- yang dikenal sebagai Barrios Altos dan La Canture-- pada awal tahun 1990-an, ketika Peru berada dalam perang dengan kelompok Jalan Terang. Beberapa orang mahasiswa, seorang profesor dan seorang bocah termasuk di antara 25 orang yang tewas dalam dua pembunuhan , yang pihak jaksa Peru salahkan pada regu-regu pembunuh yang ditangani pemerintah Fujimori. Dalam wawancara dengan jaringan televisi CNN segera setelah putusan itu, Fujimori mengatakan akan memulihkan nama baiknya di Lima dan menegaskan tindakan-tindakan kerasnya diperlukan untuk mencegah Peru menjadi ajang pemberontakan paling berdarah di Amerika Latin. "Di Peru pada awal tahun 1990-an ada tindakan terorisme yang kejam , ledakan-ledakan bom-bom mobil, pembunuhan di banyak tempat, di seluruh desa yang dikuasai kelompok Jalan Terang," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007