... Terus terang kami sangat prihatin karena setelah saya perhatikan selama kampanye, tidak ada pembahasan secara khusus mengenai bahaya narkoba...

Jakarta, (ANTARA News) - Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (Artipena) menyatakan keprihatinannya karena isu bahaya narkoba belum menjadi isu penting sehingga menjadi terabaikan pada kampanye pemilihan umum legislatif dan presiden 2019.

"Terus terang kami sangat prihatin karena setelah saya perhatikan selama kampanye, tidak ada pembahasan secara khusus mengenai bahaya narkoba," kata Ketua Harian Artipena, Muhammad Nuur Farid, pada acara Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Tidak Lanjut Konvensi Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba" di Jakarta, Jumat.

Dalam FGD yang diinisiasi Staf Ahli Bidang Politik Kementerian Pemuda dan Olahraga, Yuni Poerwanti, itu, Farid menegaskan bahwa pemerintah sudah berulang kali menyatakan bahwa Indonesia saat ini sudah berada dalam kondisi darurat narkoba, tapi ironisnya isu pemberantasan penyalahgunaan narkoba justru terabaikan dan tidak menjadi prioritas dalam program kampanye.

"Tampaknya masalah narkoba dianggap sebagai jualan yang tidak menarik bagi mereka yang sedang berkampanye. Yang lebih banyak ditonjolkan hanya isu pembangunan infrastruktur, pembangunan ekonomi, pemberantasan korupsi, kemiskinan, perlindungan HAM atau kesetaraan gender," kata Farid.

Sebagai organisasi yang independen, Artipena yang berdiri sejak 2016, menurut Farid, berusaha untuk mendorong pemerintah, lembaga, masyarakat atau pihak mana pun untuk meningkatkan kepedulian terhadap bahaya narkoba.

Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional, setiap hari lebih sekitar 50 penduduk Indonesia meninggal karena narkoba dan pada 2016, jumlah pengguna narkoba di Tanah Air sudah mencapai enam juta jiwa dan angka tersebut cenderung terus meningkat.

"Yang lebih mengerikan, sekarang Indonesia yang berpenduduk sekitar 260 juta sudah menjadi sasaran pemasaran narkoba sebagian besar korban adalah mereka yang berusia produktif, yaitu antara 20 dan 40 tahun," katanya.

Sementara itu Staf Ahli Kemenpora Yuni Poerwanti menyatakan bahwa kegiatan FGD tersebut merupakan kelanjutan dari Konvensi Tentang Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba yang diselenggarakan pada 5-7 Desember lalu di Quezon City, Filipina.

Saat konvensi yang diikuti oleh negara-negara anggota ASEAN tersebut, Yuni menegaskan bahwa bahaya narkoba ternyata tidak hanya menjadi kekhawatiran Indonesia, tapi sudah menjadi kekhawatiran bersama sehingga diperlukan kerjasama antara negara yang lebih erat dalam penanggulangannya.

"Saya menyambut baik diskusi ini dan berharap Artipena yang merupakan kegiatan lingkungan kampus bisa memberikan konstribusi dan ikut mendorong program pemberantasan penyalahgunaan narkoba," katanya.

Artipena yang berdiri pada 2016 saat ini sudah memiliki 24 Dewan Pengurus Daerah dan memiliki visi Kampus Bersih Narkoba pada 2025 dan pada program 2019 akan membentuk satgas atau unit kegiatan di kampus dengan menjadikan mahasiswa sebagai agen perubahan.

Diskusi tersebut juga menghadirkan nara sumber Prof Marhadi Said dari Dewan Etik Artipena yang juga anggota BAN PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi), serta mantan atlet renang Lukman Niode yang mewakili Asosiasi Atlet Olimpiade Indonesia.

Mashadi menyatakan bahwa Artipena siap untuk mendorong adanya sebuah kebijakan di perguruan tinggi yang mensyaratkan pemeriksaan bebas narkoba sebagai persyaratan kelulusan saat penerimaan mahasiswa baru, demikian juga dengan mereka akan menempuh ujian sarjana sebelum diwisuda.

Baca juga: Budi Waseso: Artipena tekan angka penyalahgunaan narkoba

Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018