Bandarlampung, Lampung (ANTARA News) - Sejumlah warga di beberapa wilayah Provinsi Lampung pada Selasa (25/12) hingga Rabu dini hari mengaku mendengar suara dentuman atau gemuruh dari langit dan melihat kilatan cahaya di kejauhan. Mereka cemas dan mempertanyakan kepastian fenomena alam atau adanya potensi bencana alam akan terjadi.
Beberapa warga, seperti Nur Amin dari Kabupaten Mesuji, sejumlah warga dari pesisir Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, bahkan wilayah perbatasan Provinsi Lampung, Rabu, mengaku mendengar suara dentuman atau gemuruh di langit sekitar wilayah mereka.
Sejumlah warga yang masih bertahan di Pulau Sebesi, gugusan pulau di Selat Sunda, dekat dengan kawasan Gunung Anak Krakatau, seperti Yaya Sudrajat menyatakan menjelang tengah malam pada wilayah yang berjarak sekitar 18 kilometer tidak merasakan getaran, namun justru mendengar suara gemuruh, kilatan api seperti petir.
Pada siang hari sebelumnya, warga setempat juga melihat abu yang membumbung dari puncak Gunung Anak Krakatau.
Warga Ketapang, Lampung Selatan, Ruli, mengaku melihat kilatan cahaya dan suara gemuruh terus menerus yang diperkirakan berasal dari arah Gunung Anak Krakatau.
Beberapa warga lainnya juga mempertanyakan suara dentuman/gemuruh dan kilatan petir itu, dan mengharapkan pihak berwenang dapat menjelaskannya sehingga tidak menimbulkan kecemasan bagi mereka.
Petugas pengamat/Kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Hargopancuran, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan, Andi Suardi, melalui sarana media sosial infocuaca BMKG Lampung menyatakan suara dentuman itu hingga Rabu dini hari masih terdengar.
Namun dia tidak tahu apakah suara itu bisa sampai ke Kabupaten Mesuji, Lampung, mengingat di Kalianda, ibu kota Lampung Selatan saja tidak terdengar.
Beberapa warga di kawasan pesisir Selat Sunda di Lampung Selatan mengaku hingga Rabu pagi ini masih mendengar suara dentuman, diduga berasal dari aktivitas Gunung Anak Krakatau itu.
Berkaitan hal itu, dalam penjelasan tertulis dari BMKG Lampung disampaikan bahwa hingga saat ini BMKG bersama Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM terus memantau kondisi aktivitas getaran Gunung Anak Krakatau atau pun kondisi cuaca ekstrem dan gelombang tinggi.
Kondisi ini sewaktu-waktu dapat mengakibatkan longsor tebing kawah Gunung Anak Krakatau ke laut dan berpotensi memicu gelombang tinggi atau tsunami. Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada dan menghindari lokasi pesisir/pantai setidaknya sejauh minimal satu kilometer dari bibir pantai terdekat.
Tentang suara dentuman, BMKG tidak mendeteksi awan Cumulo Nimbus yang signifikan di wilayah Lampung selain yang ada di wilayah Gunung Anak Krakatau saat ini. Ketinggiannya mencapai lebih dari 10 km, dan terlihat jelas kilatan dari arah Kantor BMKG Lampung di Bandara Radin Inten II Branti, Lampung Selatan.
Namun untuk dentuman, mereka tidak mendengarnya sama sekali sampai saat ini, mengingat jarak dengan Gunung Anak Krakatau kurang lebih 100 km.
BMKG Lampung menyatakan pula, untuk detail mengenai aktivitas Gunung Anak Krakatau, menegaskan untuk menghubungi pihak PVMBG Kementerian ESDM karena BMKG tidak paham mengenai detail kondisi dan pemantauan aktivitas gunung api di dalam laut itu.
BMKG mengingatkan, pasca terjadi bencana, seperti tsunami Selat Sunda, Sabtu malam (22/12), masyarakat biasanya sangat mudah terpancing isu-isu tidak valid. Faktor trauma dan takut mengalami kejadian yang sama memang sangat mudah membuat kepanikan.
Di sinilah BMKG bersama institusi terkait memiliki peran untuk turun ke lapangan dan memberikan penjelasan kepada masyarakat terdampak agar tidak mudah terpancing isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
BMKG meminta masyarakat tetap sabar dan selalu mencari informasi dari sumber yang benar, tepat, dan terpercaya, sehingga tidak mudah terhasut informasi yang tidak benar maupun hoaks disebarkan pihak tidak bertanggungjawab hanya untuk menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang sedang mengalami bencana.
Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018