Samarinda (ANTARA News) - Konservasi alam bagi perlindungan species orangutan di Taman Nasional Kutai (TNK), Kalimantan Timur, saat ini terancam akibat aktivitas perambahan yang makin merajalela di kawasan itu. Hal tersebut disampaikan Kepala Balai TNK Agus Budiono kepada ANTARA News di Samarinda, Jumat. Ia menjelaskan sekitar 700 warga telah merambah kawasan taman nasional yang berlokasi di Kabupaten Kutai Timur itu untuk dijadikan tempat tinggal dan ladang sejak Mei lalu. "Bahkan warga itu juga melakukan pembakaran untuk membuka ladang baru," katanya. Menurut dia, warga tersebut bukan berasal dari Kutim dan kebanyakan merupakan suku asli Kaltim yang berasal dari Kutai Barat, Samarinda, dan Kutai Kartanegara. Diperkirakan luas lahan yang telah dirambah mencapai 500-600 hektar di sepanjang ruas jalan Bontang-Sangata, jalan Trans Utara Kaltim, tepatnya di daerah Sangkima yang sebelumnya merupakan daerah berisi tegakan pohon ulin. "Sebenarnya tempat itu sangat kita jaga dan merupakan tempat diadakannya program reboisasi. Bila diperkirakan secara ekonomi, kerugian bisa lebih dari Rp1 miliar," katanya. Balai TNK tidak berdaya untuk menghentikan aksi massa karena selain jumlah personel yang tidak imbang, ia juga khawatir akan pecahnya kerusuhan di TNK. Meski perambahan TNK hingga kini hanya terjadi di tepi jalan, ujarnya, tidak tertutup kemungkinan mereka bisa merambah lebih ke dalam kawasan taman nasional dan berpotensi mengancam keberadaan orangutan (pongo pygmaeus). Menurut dia, TNK menjadi tempat tinggal fauna endemik Kalimantan itu yang jumlahnya tinggal 500 ekor. "Kami juga tidak bisa menjamin mereka tidak merambah lebih ke dalam di mana orangutan biasa tinggal," katanya.Selain mengancam konservasi orangutan, kehadiran warga baru di TNK juga menambah rumit permasalahan yang telah ada di kawasan seluas sekitar 198.600 hektar itu. Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak mengatakan bahwa permasalahan yang ada di kawasan itu adalah keberadaan puluhan ribu warga di empat desa definitif yang sudah ada sebelum tempat itu dijadikan taman nasional tahun 1995. Empat desa itu, yakni Sangatta Selatan, Singadewe, Sangkima dan Teluk Pandan. Sebagai solusi masalah, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menginginkan agar desa definitif yang ada dibebaskan dari kawasan TNK dengan sistem enclave. Awang mengatakan warga di luar batas yang sudah ditentukan harus pindah, dan lahan yang enclave dilarang keras untuk diperjual-belikan. Luas lahan yang diajukan untuk hal itu mencapai 24.000 hektar. Kendati demikian, ujarnya, hal tersebut hingga kini belum efektif dan belum ada realisasinya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007