Jakarta (ANTARA News) - Di tengah memanasnya perseteruan politik Moskwa-Washington belakangan ini, yang mengingatkan dunia kembali ke era Perang Dingin yang telah berakhir pada 1980-an, Amerika Serikat (AS) dan Rusia saat ini sedang bertarung pula di pentas pencalonan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF). Kedua negara adidaya masing-masing mengusung kandidat yang dijagokannya. Pekan depan, Dewan Eksekutif IMF akan melakukan pemilihan seorang direktur pelaksana baru IMF untuk menggantikan Rodrigo Rato. Direktur pelaksana sekarang, mantan menteri keuangan Spanyol, akan mengakhiri dua tahun masa jabatannya setelah pertemuan tahunan IMF pada akhir Oktober nanti. Ada dua kandidat untuk mengisi pos puncak IMF tersebut, yakni Frenchman Dominique Strauss-Kahn, seorang calon dari Uni Eropa (UE) asal Perancis yang didukung AS, dan Josef Tosovsky, seorang mantan perdana menteri Ceko dan ketua bank sentral yang diusulkan Rusia. Selama ini ketua IMF memang selalu ditempati oleh orang Eropa dan Ketua Bank Dunia selalu diisi oleh orang dari AS. Karena, ada semacam perjanjian tak terlulis di antara dua blok kekuatan ekonomi tersebut untuk berbagi jatah memimpin dua lembaga keuangan terkemuka tersebut, beberapa negara berkembang memprotes dominasi AS dan Eropa dalam startegi dan manajemen kedua lembaga tersebut. Situasi menjelang akhir masa pemilihan tampak semakin memanas. AS menegaskan dukungannya bagi kandidat Uni Eropa untuk mengepalai IMF. Strauss-Kahn, mantan menteri keuangan Perancis itu dianggap sebagai kandidat favorit dibanding kandidat dari Rusia Josef Tosovsky. "Saya mendukung Dewan (IMF) untuk serius mempertimbangkan kandidat Strauss-Kahn untuk menggantikan Direktur Pelaksana Rodrigo Rato yang segera pensiun," ujar Menkeu AS Henry Paulson dalam sebuah pernyataannya menjelang wawancara Strauss-Kahn dengan Dewan Eksekutif IMF, Kamis (20/9), seperti dikutip AFP. "AS mendukung Strauss-Kahn karena kami percaya dia akan melakukan reformasi besar yang dibutuhkan untuk membawa IMF yang lebih kuat dan relevan ke depan. Pengalaman dan motivasi Strauss-Kahn membantunya melakukan reformasi di IMF, termasuk penerapan kebijakan baru IMF terkait nilai tukar dan memberikan suara yang lebih besar pada negara-negara berkembang," kata Paulson. Sebanyak 24 anggota Dewan Eksekutif telah mewawancarai Tosovsky pada Selasa (18/9), dan akan mewawancara Strauss-Kahn pada Kamis. Dewan Eksekutif sendiri berencana mengumumkan hasil pemilihan tersebut pada 28 September. Saat menjadi Menkeu pada 1997-1999, Strauss-Kahn memperoleh pujian atas peranannya dalam transisi Perancis ke mata uang tunggal Eropa, Euro. Dia sendiri baru selesai menjalani masa kampanye IMF, di mana dia berjanji melakukan reformasi di institusi itu, termasuk memberi suara yang lebih besar bagi negara berkembang. Peluang kandidat Rusia Pengajuan kandidat Rusia Tosovsky, bulan lalu sempat mengejutkan mengingat UE telah berkoalisi mendukung kandidat Perancis. Tosovsky dalam wawancara dengan Dewan Eksekutif IMF mengatakan, persaingan yang sehat penting bagi masa depan IMF. "Ke-185 negara anggota IMF harus merasa nyaman bahwa mereka akan diperlakukan secara adil, dan bahwa perbedaan perlakuan hanya karena situasi bukan karena perbedaan pengaruh di lembaga itu," katanya. Tosovsky yang saat ini memimpin "Financial Stability Institute?" (Institut Stabilitas Keuangan) dari Bank for International Settlements (BIS) yang berkantor pusat di Basel, Swiss, telah melakukan serangkaian pertemuan bilateral dengan beberapa direktur dari dewan/lembaga keuangan yang berbasis di Washington tersebut. Rusia melihat "dukungan luas" di antara negara-negara berkembang bagi kandidat Ceko, Josef Tosovsky untuk mengepalai IMF. "Mantan perdana menteri dan gubernur bank sentral ini adalah "seorang calon yang tak terkalahkan berdasarkan rekor profesionalisme dan kualifikasinya," kata Aleksei Mozhin, anggota Dewan IMF asal Rusia, sehari setelah calon yang dijagokannya diwawancarai oleh Dewan Eksekutif IMF. "Kami menghitung sebuah dukungan sangat luas di antara negara-negara berkembang. Kami sangat bangga dengan nominasi ini. Tosovsky terpilih semata berdasarkan merit dan latar belakang profesional dia," kata Mozhin, dalam sebuah wawancara dengan AFP. Ia mengatakan Rusia berkonsultasi secara luas dan menyeluruh dengan anggota-anggota IMF lainnya sebelum mengumumkan nominasinya. "Kami berkonsultasi dengan seluruh negara-negara berkembang utama dan beberapa negara maju di luar Eropa," kata dia, tanpa menyebutkan nama setiap negara yang diajak berkonsultasi. Proses nominasi ini dirancang sangat positif. "Ini sebuah kasus di mana seorang anggota dewan dari satu negara memiliki nominasi sebagai kandidat dari negara lainnya, semata berdasarkan profesionalime yang bersangkutan, bukan berdasarkan prestise negara atau rasa suku negara," ujarnya. Namun, dengan dominasi suara UE dan AS di IMF, tampaknya agak sulit bagi Tosovsky untuk memenangkan pertarungan itu, sekalipun dia mendapat dukungan dari negara-negara berkembang yang memang jumlah suaranya kecil. Sementara, dengan dukungan AS yang memiliki porsi suara 16,83 persen atau terbesar di antara anggota lain, Strauss-Kahn tampaknya tidak terbendung untuk memimpin institusi itu. Kandidat berusia 58 tahun ini didukung oleh 27 negara UE, yang memegang 32 persen suara di IMF, dan memperoleh dukungan dari beberapa negara di Afrika. Tantangan kian berat Siapa pun yang terpilih menjadi ketua IMF, pada hari-hari ke depan, lembaga ini akan menghadapi tantangan kian berat. Peran dan kredibilitas lembaga keuangan yang didirikan sebagai hasil dari Bretton Woods Aggrements 1944 itu mulai banyak dipertanyakan masyarakat internasional, terutama setelah gagal mengatasi krisis moneter di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Banyak kalangan menilai keberadaan IMF dan Bank Dunia bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang menjadi cita-cita masyarakat internasional. Di antaranya menyangkut sistem mekanisme internal yang tidak menerapkan `one country one vote`, AS misalnya, memiliki suara 16,83 persen dari 185 negara anggota. Kredibilitas IMF juga terus disorot sejak kegagalannya menyelesaikan krisis moneter 1997 di sejumlah negara Asia seperti Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan. Sekalipun resep badan dunia itu sudah dilakukan, seperti menerapkan sistem kurs mata uang mengambang, menaikkan suku bunga, memotong anggaran publik, dan liberalisasi keuangan, hasilnya banyak perusahaan yang bangkrut dan pengangguran melonjak tajam. Krisis di Argentina tahun 2001-2002, di mana IMF ikut berperan dalam menciptakan krisis tersebut, menyebabkan reputasi IMF kian terpuruk. Ditambah lagi belakangan, beberapa Negara juga menyatakan keluar dari IMF dengan melunasi utang-utangnya lebih awal, seperti dilakukan Indonesia yang melunasi seluruh utangnya ke IMF pada 2006. Akibat banyak negara yang melunasi utangnya lebih awal, kini justru giliran IMF yang mengalami krisis keuangan karena tidak ada lagi pendapatan bunga dari dana-dana yang dipinjamkannya. Kajian tengah tahunan yang dirilis IMF dalam situs resminya menunjukkan bahwa percepatan pelunasan utang yang telah dilakukan beberapa negara seperti Indonesia, Serbia dan Uruguay akan memperburuk pendapatan lembaga ini dalam jangka pendek. Proyeksi pendapatan IMF yang memburuk tersebut terjadi karena menurunnya jumlah utang yang tersisa (credit outstanding). Parahnya lagi, lembaga pemberi pinjaman siaga ini, juga sudah memprediksikan kerugian operasional sebesar 87,5 juta dolar AS hingga 280 juta dolar AS pada 2009. Menurut proyeksi Dewan Eksekutif IMF, lembaga keuangan multilateral ini akan mencatat defisit sebesar SDR70 juta (US$105 juta) untuk tahun fiskal 2007 yang berakhir pada 30 April 2007. Defisit tersebut telah melebar dari proyeksi awal, yakni SDR 60 juta (US$90 juta). Menghadapi situasi ini, beberapa direktur IMF menyarankan untuk menjual sebagian dari simpanan emasnya yang mencapai 103,4 juta ons (10,34 juta kg) senilai 64,7 miliar dolar AS sejak akhir Juli 2006. Hasil dari penjualan emas tersebut kemudian diinvestasikan pada aset berbunga tinggi. Pilihan ini sangat didukung oleh situasi saat ini yaitu masih tingginya tingkat suku bunga global. Menurut IMF kondisi ini dapat mengompensasi berkurangnya penerimaan karena menurunnya `credit outstanding`. Bahkan IMF mengharapkan, tingginya suku bunga dapat mendorong kenaikan pendapatan melebihi dari yang diperkirakan di rekening investasi baru. Oleh karena itu, kedatangan Direktur Pelaksana IMF ke Indonesia beberapa waktu lalu, untuk bertemu dengan sejumlah pejabat penting dan melakukan pertemuan tertutup dengan sejumlah pebisnis serta kalangan akademisi, tentunya bukan untuk kepetingan Indonesia. Sejumlah pertemuan tersebut sesungguhnya bertujuan untuk mengatasi persoalan yang tengah dihadapi oleh IMF saat ini yang akan menjadi pekerjaan rumah ketua baru IMF. (*)
Pewarta: Oleh Apep Suhendar
Copyright © ANTARA 2007