Jakarta (ANTARA News) - Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang sedang dibahas di DPR perlu diselaraskan dengan UU yang lain. "Jangan menganggap UU ini segalanya, jangan anggap UU ini mengungguli UU lainnya, karena semua Undang Undang itu setara," kata Ahmad MB Ramli dari Departemen Hukum dan HAM dalam diskusi "RUU Keterbukaan Informasi dan Prospek Perwujudan Good Governance di Indonesia" yang digelar The Habibie Center di Jakarta, Kamis sore. Pembahasan UU KIP memakan waktu cukup lama karena menurut Ramli UU tersebut harus terintegrasi dengan UU lain yang sudah ada. "Satu kelemahan negara ini adalah hukum-hukum yang tidak harmonis satu dengan lainnya. Banyak hukum yang `nabrak` hukum lainnya," katanya. Dalam kesempatan tersebut Ramli juga menegaskan mengenai keterbukaan dalam BUMN yang masih menimbulkan perdebatan karena hal tersebut dapat membahayakan kelangsungan hidup BUMN bersangkutan. "Pada prinsipnya BUMN tidak alergi tapi informasi-informasi mana yang harus dibuka harus jelas terlebih dahulu," katanya. Ramli membandingkan dengan negara Jepang yang tidak memasukkan BUMN dalam badan publik sehingga keterbukaan informasi BUMN harus dibatasi dengan UU khusus. Saat ini, UU KIP sudah berada di tangan tim perumus (Timus) di DPR dan disebut Ramli pembahasan UU itu sudah mendekati titik akhir. "Tinggal tiga atau empat DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) lagi dan kita sudah punya UU KIP," demikian Ramli.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007