"Menolak dengan tegas adanya penerapan pelaksanaan rekam biometrik melalui VFS Tasheel sebagai persyaratan untuk penerbitan visa umrah dan haji," kata Joko Asmoro, anggota Dewan Pembina Patuhi, di Jakarta, Jumat pagi.
Sebelumnya, Kedutaan Besar Arab Saudi memberlakukan kebijakan baru mengenai kewajiban bagi calon jemaah yang ingin mendapatkan visa ke Saudi agar melampirkan bukti rekam biometrik VFS Tasheel dalam pengajuan visa umrahnya.
Peraturan yang diberlakukan sejak 17 Desember 2018 itu menuai protes, khususnya calon jamaah umrah yang ingin berangkat ke Tanah Suci.
Persyaratan VFS Tasheel tersebut, kata Joko, sangat memberatkan umat Islam yang akan menunaikan ibadah ke Tanah Suci.
Menurut dia, dengan bentang alam Indonesia akan menyulitkan calon jamaah umrah dari pelosok datang ke kota besar untuk melakukan perekaman data biometrik.
"Mereka yang ada di pedesaan atau daerah terpencil akan terkendala melaksanakan ibadah umrah, karena untuk proses rekam biometrik itu memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang tinggi untuk mengurusnya mulai dari perjalanan pulang pergi dan antrean di kantor VFS Tasheel," kata dia.
Joko yang juga Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengatakan Patuhi mengusulkan agar proses rekam biometrik melalui VFS Tasheel harusnya dapat dilakukan di bandara keberangkatan.
"Ini merupakan solusi dari kami dalam mempermudah dan membantu masyarakat yang dirugikan kebijakan tersebut," kata dia.
Joko juga mengapresiasi pemerintah Indonesia yang juga menolak proses rekam biometrik melalui VFS Tasheel sebagai persyaratan pengajuan di Indonesia.
Baca juga: Indonesia keberatan perekaman biometrik jamaah umroh ke pemerintah Saudi
Baca juga: Rekam biometrik kurangi antrean jamaah Indonesia di Tanah Suci
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018