Kondisi lingkungan akan semakin parah kalau tidak ada politikus dengan perspektif yang benar terkait persoalan lingkungan.

Jakarta, 20/12 (ANTARA News) - Communication and Campaign Specialist Koaksi Indonesia, Juris Bramantyo mengatakan perlu memanfaatkan media sosial (medsos) guna memenangkan milenial untuk mau melakukan gerakan memilih calon legislatif (caleg) yang prolingkungan.

"Ada 65 juta milenial, kuncinya ada di digital untuk memenangkan suara mereka. Karena mereka menatap layar gawai, tablet atau komputer pribadi (personal computer/PC) minimal delapan jam sehari," katanya saat berbicara di Seminar Nasional dan Deklarasi Agenda Politik Lingkungan Hidup di Jakarta, Kamis.

Alasan milenial senang memanfaatkan medsos, menurut dia, karena relatif murah dan sebenarnya lebih menguntungkan bagi caleg karena dapat lebih mudah mendapat perhatian masyarakat di daerah pemilihan (dapil).

"Alangkah sayangnya jika tidak merangkul mereka melalui medsos ini untuk bersama-sama membangun gerakan lingkungan," katanya.

Hal yang perlu diingat, lanjutnya, adalah milenial tidak suka digurui dan didikte, tapi lebih senang diajak bersama-sama. Itu memungkinkan dilakukan melalui medsos, karena ada tempat untuk berinteraksi.

"Caleg bisa tinggal pasang gawai di depannya lalu `live` saja, di sana bisa langsung bertanya pada `followers` program-program seperti apa yang mereka inginkan," ujar Juris.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mengatakan sangat penting punya politikus yang sadar lingkungan dan mau memperjuangkan agenda rakyat dan lingkungan.

Politikusi yang prolingkungan, menurut aktivis lingkungan yang akrab disapa Yaya ini, memiliki peran penting mengingat mereka sangat terkait dalam menetapkan kebijakan.

Kondisi lingkungan, katanya, akan semakin parah kalau tidak ada politikus dengan perspektif yang benar terkait persoalan lingkungan.

"Bisa-bisa kebijakan yang diambil justru ya... yang merusak lingkungan hidup. Ini jelas bahaya untuk generasi masa depan," ujar Yaya.

Ia menyebut indikator lingkungan hidup saat ini memang memprihatinkan. Walhi menyebutnya bencana ekologis, karena sebagian besar bencana yang terjadi dipicu oleh kerusakan lingkungan.

Jika mengacu dengan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ia mengatakan pada 2017 ada sekitar 3.000 lebih bencana dan di 2018 angkanya meningkat menjadi di atas 4.000.

Sedangkan korban hilang maupun mengungsi akibat bencana di 2017 mencapai 3,40 juta jiwa, dan di 2018 angkanya naik 300 persen menjadi sekitar sembilan juta jiwa yang terpaksa mengungsi atau hilang.

Baca juga: DPR minta USU kawal pembangunan PLTA pro lingkungan

Baca juga: Jon Bon Jovi ikut garap lagu amal prolingkungan

Baca juga: KKP-WWF gelar kompetisi alat tangkap prolingkungan

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018