Jakarta (ANTARA News) - Direktur Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan etnis Uighur mendapat perlakuan diskriminatif di Xinjiang, China.

"Perlakuan diskriminatif di antaranya dilarangnya mengenakan hijab bagi perempuan di tempat-tempat publik, menumbuhkan jambang dan jenggot bagi anak-anak muda, berpuasa atau memiliki buku dan artikel dengan tema Islam," ujar Usman Hamid usai diskusi Mengungkap Fakta Pelanggaran HAM Terhadap Etnis Uighur di Jakarta, Kamis.

Amnesti Internasional mewawancarai 100 warga etnis Uighur untuk mengetahui situasi yang mereka hadapi. "Kami menemukan bahwa ada satu juta etnis Uighur yang dimasukkan ke dalam Kamp Indoktrinasi Politik," ujar Usman Hamid.

Satu juta itu, kata dia, 10 persennya dari populasi Uighur yang berjumlah sekitar 11,3 juta orang. "Mereka yang dimasukkan ke dalam kamp itu dituduh sebagai ekstremis, tapi tidak ada bukti-bukti yang ditemukan," kata dia.

Sebanyak satu juta orang itu sebagian besar tidak diketahui pasti keberadaannya karena mereka terpisah dengan keluarga. "Sampai saat ini keluarga mereka tidak tahu dimana keberadaannya," kata dia.

Selain itu, Amnesti Internasional menulis surat kepada pihak China antara lain otoritas penjara, pemerintah otonom di Xinjiang dan pemimpin dari pemerintahan Tiongkok.

Amnesti Internasional mendesak agar warga etnis Uighur yang ditahan segera dibebaskan. "Kami juga mendesak Pemerintah China agar segera menghentikan represi tersistematis itu dan memberikan penjelasan mengenai nasib sekitar satu juta Muslim yang ditahan di daerah otonom Uighur, di Xinjiang, China," ujar dia.
Baca juga: ACT segera kirimkan Tim Kemanusiaan untuk Uighur
Baca juga: Muhammadiyah dorong China terbuka soal kekerasan terhadap Uighur
Baca juga: Indonesia harus bersikap atas penindasan Muslim Uighur

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018