Jakarta (ANTARA News) - Situasi geopolitik Asia Tenggara maupun Indo-Pasifik sebagai kawasan yang strategis dan memiliki kekayaan alam yang melimpah mengalami perubahan.
Keagresifan China dan keraguan terhadap komitmen Amerika Serikat menciptakan ketidakpastian di seluruh kawasan termasuk Asia Tenggara.
Merespon ketidakpastian global, pemerintah di berbagai kawasan sedang mengaji kembali kebijakan luar negeri.
Pergeseran keseimbangan kekuatan di Asia memiliki dampak global. Pergeseran kekuatan itu mengancam dan melemahkan aturan internasional berbasis umum (rules based order).
Namun, kondisi tersebut malah menciptakan peluang untuk membuat kerja sama baru.
Peluang tersebut yang coba dieksplorasi oleh Indonesia, Australia, dan Belanda melalui Dialog Kebijakan Indonesia-Australia-Belanda.
Penasihat strategis regional Asia Tenggara untuk Kedutaan Belanda di Singapura Ernesto H. Braam mengatakan bahwa Indonesia, Australia, dan Belanda memiliki pandangan serupa tentang aturan internasional berbasis aturan umum.
Ada aturan yang sudah disepakati secara internasional, lanjut dia, namun saat ini berada di bawah tekanan.
Dialog Kebijakan Indonesia-Australia-Belanda, lanjut dia, diharapkan mengembangkan proposal kerjasama trilateral yang ditulis sebagai rekomendasi kebijakan bagi ketiga negara itu.
Kerjasama trilateral itu sebagai upaya untuk mempromosikan rules based order di wilayah Indo-Pasifik yang lebih luas.
"Dialog trilateral itu menghadirkan ahli, akademisi, maupun pejabat pemerintahan dari ketiga negara untuk bertukar pikiran tentang berbagai isu seperti keamanan politik, ekonomi, geostrategi di wilayah tersebut," ujar Braam.
Ada enam topik yang menjadi fokus pembahasan antara lain dukungan untuk sentralitas ASEAN, Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982), aturan pengembangan standar observasi, keamanan cyber, konsultasi strategis bersama, dan pelatihan diplomatik, papar Braam.
Dialog ini terselenggara atas kerja sama antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Kedutaan Besar Australia di Jakarta, serta Kedutaan Besar Belanda di Jakarta dan Singapura.
Diskusi tertutup tersebut berlangsung selama dua hari mulai 17 hingga 18 Desember 2018 di LIPI.
Braam menjelaskan bahwa diskusi ini ingin melahirkan sebuah sistem atau perencanaan yang mengamati aturan internasional.
Sistem observasi ini diharapkan dapat mengamati apakah negara benar-benar menerapkan aturan yang dijanjikan, ujar dia.
"Kami belum yakin seperti apa bentuk sistemnya nanti, tetapi sistem ini nanti akan membantu kami memantau negara yang melanggar peraturan atau norma internasional yang telah disepakati," ujar dia.
Ia berkomitmen akan menindaklanjuti diskusi ini dengan mengadakan pertemuan selanjutnya di tahun depan.
"Kami akan mengerjakan beberapa penelitian terkait enam topik tersebut. Kajian itu akan kami bagikan dan sempurnakan," kata dia.
Dengan demikian, pertemuan selanjutnya pada 2019 merupakan gagasan yang bagus untuk memeriksa perkembangan dari dialog trilateral itu.
Selain itu, Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Allastar Cox, mengatakan diskusi ini penting untuk menekankan peran hukum dan norma internasional dalam tatanan global.
Dengan banyaknya kekacauan dan ketidakpastian di dunia, hukum dan norma internasional menjadi penting.
Australia ingin bekerja sama dengan Indonesia maupun Belanda untuk melestarikan hukum dan norma ini dalam berbagai bidang.
Australia mendukung Indonesia dan Belanda terhadap sentralitas ASEAN dan kesatuan ASEAN dalam cakupan politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya.
"Kami mendukung sentralitas dan kesatuan ASEAN yang mana Indonesia adalah salah satu pendiri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Tidak ada negara besar yang dapat mengganggu apa yang Indonesia lakukan di Asia Tenggara," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar mengatakan diskusi ini dapat membawa kemajuan bagi sentralitas ASEAN.
Sentralitas ASEAN berperan penting dalam memperkuat perdamaian, kestabilan, dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik.
Sentralitas ASEAN dibutuhkan dalam arsitektur regional di kawasan Indo-Pasifik dalam menjaga kestabilan dan keamanan regional.
"Kita memiliki ASEAN-led mechanisms, seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan ASEAN-East Asia Summit (EAS)," ujar dia.
Dewi mengungkapkan bahwa diskusi ini menekankan pentingnya sentralitas ASEAN dan peran Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Dukungan Australia dan Belanda terhadap sentralitas ASEAN menjadi penting bagi Indonesia dan negara anggota lainnya.
"Penting bahwa mitra dialog kami menyadari bahwa Indonesia berperan besar di ASEAN," ujar dia.
Diskusi Kebijakan Indonesia-Australia-Belanda sangat krusial untuk berbicara tentang isu-isu yang begitu dekat dengan ketiga negara itu.
Namun, dengan cara pandang dan ide segar dari negara yang terbilang jarang dijadikan mitra dialog yakni Australia dan Belanda.
Selain itu, ia mengatakan dialog trilateral itu membahas konsep Indo-Pasifik yang mengedepankan sentralitas ASEAN.
Australia dan Belanda, lanjut dia, mendukung konsep Indo-Pasifik dari Indonesia yang mengedepankan pendekatan dialog dalam menyelesaikan permasalahan di kawasan.
Dalam KTT ke-13 Asia Timur pada November lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia bersama ASEAN sedang mengembangkan satu konsep kerja sama Indo-Pasifik.
Presiden menyampaikan bahwa Indonesia siap berdiskusi secara terbuka mengenai konsep Indo-Pasifik di dalam KTT Asia Timur.
Banyak sekali negara yang bicara mengenai Indo-Pasifik. Hal itu menunjukkan bahwa isu Indo-Pasifik itu menjadi perhatian bagi kepala negara lain, ujar dia.
Presiden menyampaikan bahwa pengembangan kerja sama Indo-Pasifik ini tidak memerlukan pembentukan sebuah institusi baru.
Pengembangan kerja sama Indo-Pasifik dilakukan melalui penebalan kerja sama antara negara peserta EAS, dan ke depan, penting untuk meningkatkan kerja sama dengan mitra lain di Samudera Hindia.
Presiden menambahkan posisi ASEAN yang berada di kawasan Indo-Pasifik harus mampu menjadi poros, memainkan peranannya dan mengubah ancaman menjadi peningkatan kerja sama.
ASEAN harus tetap menjadi motor bagi perdamaian dan kesejahteraan. ASEAN harus dapat mengubah potensi ancaman menjadi kerja sama, potensi ketegangan menjadi perdamaian, tegas Presiden.
Konsep Indo-Pasifik dapat dikembangkan dengan peningkatan kerja sama yang mengedepankan prinsip keterbukaan dan penghormatan terhadap hukum internasional.
Presiden mengatakan ASEAN perlu mengembangkan kerja sama Indo-Pasifik dengan mengedepankan penghormatan kepada hukum internasional serta sentralitas ASEAN.*
Baca juga: Membangun kawasan melalui konsep Indo-Pasifik Indonesia
Baca juga: ASEAN harus sampaikan pandangan kolektif mengenai Indo-Pasifik
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018