Ubud, Bali (ANTARA News) – Perusahaan global penyedia infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi dan perangkat cerdas, Huawei, menyiapkan empat skenario utama pemanfaatan teknologi 5G yang akan bergulir secara komersil dalam waktu dekat.

Empat skenario ideal tersebut adalah alat transportasi swakendara, pemanfaatan realitas virtual (VR) dan realitas buatan (AR), konsep rumah digital, serta industri 4.0 berbasis IoT (internet of things).

"Laporan Global Industry Vision Huawei memprediksi bahwa akan ada lonjakan konektivitas dari 16 miliar koneksi pada hari ini, menjadi 100 miliar koneksi internet pada tahun 2025 mendatang," kata Senior Expert ICT Strategy & Business Huawei Indonesia, Mohamad Rosidi dalam sesi media terbatas di Bali, Rabu.

"Untuk itu, diperlukan sebuah infrastruktur yang memadai dalam mendukung berbagai skenario di dunia serba cerdas tersebut,” kata dia.

Untuk skenario alat transportasi swakendara misalnya, Rosidi mencontohkan pemanfaatan shuttle bus intra kompleks di tempat umum seperti kampus, tempat wisata, bandar udara, serta pelabuhan.

Selanjutnya adalah pemanfaatan realitas virtual (VR) dan realitas buatan (AR) yang sudah mulai diadopsi dalam perhelatan Piala Dunia 2018, ketika sejumlah media pemegang hak siar ajang bergengsi tersebut menggelar siaran multi-kamera yang menghadirkan pengalaman berbeda bagi penonton di beberapa negara seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Australia, Argentina, Chile, Colombia, Ecuador, Peru, Uruguay, Venezuela, dan Yunani.

Untuk realitas buatan (AR), pemanfaatan kacamata AR dapat digunakan dalam skenario seorang petugas polisi yang bisa mengenali wajah, kendaraan, kartu identitas secara langsung ketika bertugas di lokasi. Selain itu, dengan kapasitas data yang lebih

Pemanfaatan selanjutnya adalah untuk konsep rumah digital yang menghadirkan siaran televisi berbasis internet protocol (IPTV) beresolusi 4K, game berbasis realitas virtual, serta integrasi sistem keamanan dan utilitas rumah berbasis IoT.

Skenario keempat adalah digitalisasi industri atau yang dikenal dengan istilah Industry 4.0 yang mengedepankan manufakturing berbasis otomasi robotik yang terintegrasi.

Baca juga: Huawei resmi rilis Mate 20 dan Mate 20 Pro di Indonesia

Baca juga: Alasan Huawei Mate 20 X tidak masuk pasar Indonesia

Selina Wen Han selaku Director of Public Affairs and Communications Huawei Indonesia saat acara temu media di Ubud, Bali, Rabu (19/12/2018). (ANTARA News/Monalisa)

Tantangan Transformasi Digital

Rosidi melanjutkan, pemanfaatan skenario ideal tersebut bukan tanpa tantangan karena saat ini berbagai negara di dunia sedang menjalankan transformasi digital untuk mendukung terwujudnya dunia serba cerdas itu.

Mengutip Laporan Global Connectivity Index Huawei 2018, setiap negara dikelompokkan dalam tiga kategori yang menentukan karakteristik transformasi digital yaitu pemula (starters), pengadopsi (adopters) dan pemimpin (front runners).

Negara yang masuk dalam kelompok pemula seperti Indonesia, India, Vietnam, dan Maroko dihadapkan pada permasalahan mendasar dalam transformasi digital yaitu infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang belum memadai.

"Negara pemula ini akan berfokus untuk memberikan akses terhadap Ekonomi Digital yang lebih luas bagi rakyat, sementara negara pemimpin sudah mulai berbicara tentang pengalaman pengguna, pemanfaatan Big Data dan IoT untuk membentuk masyarakat yang maju dan efisien," jelas Rosidi.

Menurut Rosidi, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, industri dan masyarakat di negara-negara pemula dalam hal akselerasi pembangunan infrastruktur yang akan menjadi basis dalam perwujudan masyarakat digital yang efisien dan cerdas.

Baca juga: Huawei akan hentikan penjualan P20 Pro

Baca juga: ITB akan wakili Indonesia di kompetisi Huawei regional

Pewarta: Monalisa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018