Jakarta (ANTARA News) - Menyambut ulang tahun ke-46, PDI Perjuangan mendengarkan kritikan dan saran yang konstruktif agar terus menjadi partai pengusung pemerintah itu terus akuntabel dan ramah kepada rakyat.
Guna menyampaikan kritik dan saran yang konstruktif, DPP PDI Perjuangan mengundang tiga orang nara sumber untuk tampil sebagai pembicara pada diskusi "PDI Perjuangan dan Magnet Politiknya" di Kantor DPP PDI Perjuangan, Menteng, Jakarta, Selasa. Diskusi diselenggarakan guna menyambut ulang tahun ke-46 PDI Perjuangan yang puncak peringatannya pada 10 Januari 2019.
Tiga orang nara sumber yang tampil sebagai pembicara pada diskusi tersebut adalah, tokoh muda Nahdlatul Ulama Savic Ali, Aktivis Pemuda Muhammadiyah Defy Indiyanto Budiarto, serta Psikolog Politik Dewi Haroen.
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto saat membuka diskusi mengatakan, PDI Perjuangan selalu terbuka pada masukan dan kritik yang membangun. "Karena itu pada diskusi panel ini, kamu mengundang nara sumber dengan latar belakang berbeda, untuk menyampaikan masukan dan kritiknya kepada PDI Perjuangan," katanya.
Menurut Hasto, PDI Perjuangan ingin terus melakukan perbaikan karena karakter politik yang berkeadaban sangat penting dalam membangun negeri. PDI Perjuangan, kata dia, ingin terus menjadi partai yang akuntabel dan ramah pada rakyat, salah satu indikatornya semua calon anggota legislatif (caleg)nya diwajibkan turun menyapa masyarakat dan lolos uji kelayakan.
"Kalau ingin dapat suara pada pemilu lebih tinggi dari 29 persen, ingin menjaga pemilih muslim, pemilih muda, dan pemilih perempuan, maka PDI Perjuangan harus lebih ramah. Kantornya juga harus jadi rumah rakyat dan pusat kebudayaan," ujarnya.
Sementara itu, Savic Ali menjelaskan, Nahdlatul Ulama (NU) dan PDI Perjuangan memiliki kedekatan historis dan hubungan baik pendirinya. NU didirikan oleh KH Hasyim Asy'ari pada 1926 serta Partai Nasional Indonesia (PNI) yang menjadi cikal-bakal PDI Perjuangan didirikan oleh Soekarno pada 1927. "KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah berteman baik dengan Soekarno. Pada saat itu, NU dan PNI menjadi dua kekuatan besar yang disegani," katanya.
Direktur NU online itu menambahkan, PDI Perjuangan dan NU saat ini memiliki tantangan yang sama, yaitu meyakinkan mayoritas muslim Indonesia bahwa Pancasila sudah Islami. "Ini pertarungan gagasan. Kader PDI Perjuangan harus memenuhi ruang-ruang diskusi dan media sosial dengan gagasan. Harus bisa meyakinkan mayoritas muslim Indonesia bahwa Pancasila sudah Islami," ucap Savic.
Kemudian Defy Indiyanto menjelaskan, PDI Perjuangan harus memaksimalkan usaha meraih suara pemilih muda. PDI Perjuangan, menurut dia, adalah partai yang memberi peluang besar pada semua calegnya, termasuk caleg muda dan pendatang baru. "Caleg muda harus lebih aktif tampil di media untuk menunjukkan kemampuannya pada masyarakat," ujar Defy.
Dari sisi psikologi politik, Dewi Haroen menyampaikan bahwa Pemilu 2019 jadi momentum PDI Perjuangan untuk menunjukkan kemampuan kader mudanya. Politisi muda PDI Perjuangan, menurut dia, dapat meningkatkan perolehan suara partai dari pemilih milenial, yakni berusia 17-34 tahun, yang jumlahnya mencapai 40 persen dari total pemilih Pemilu 2019.
Baca juga: PDIP minta Gubernur DKI cek kesiapan hadapi bencana
Baca juga: PDIP bantah rusak atribut Partai Demokrat di Pekanbaru
Baca juga: PDIP klarifikasi video perusak atribut Demokrat
Baca juga: Caleg PDIP ajak relawan aktif tangkal fitnah terhadap Jokowi
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018