Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR non-aktif dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih mengaku "fee" yang ia terima dari pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo halal karena merupakan "fee" untuk agen.
"Tentang fee 2,5 persen memang dari CHEC (China Huadian Engineering Company). Memang selalu disampaikan Pak Kotjo kalau 'fee' itu halal, legal, karena Pak Kotjo mendaftarkannya dengan pajak. Saya membantu karena saya yakin tak menyalahi aturan," kata Eni dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Eni menyampaikan hal itu menanggapi kesaksian Kotjo yang bersaksi untuk dirinya. Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap senilai Rp4,75 miliar dari pemegang saham BNR Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo serta gratifikasi sejumlah Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura (sekitar Rp410 juta) dari pengusaha yang bergerak di bidang energi dan tambang.
"Saya mengakui memang pemberian bantuan Pak Kotjo 4 kali ada Rp4 miliar-an. Tapi pemberian itu tak terkait PLTU. Semua pemberian itu ada tanda terimanya.
Jadi saya tak sembunyi-sembunyi karena saya tidak menganggap itu suap.
Saya mengakui salah menerima pemberian dan saya sudah mengembalikan," ungkap Eni.
"Fee" tersebut adalah imbalan dari pengurusan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Kotjo pada sekitar 2015 mengetahui rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 sehingga ia mencari investor dan didapatlah CHEC Ltd dengan kesepakatan bila proyek berjalan maka Kotjo akan mendapat 'fee' sebesar 2,5 persen atau sekitar 25 juta dolar AS dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS.
Dari jumlah tersebut, Eni diduga juga akan mendapat bagian 3,5 persen atau sekitar 875 ribu dolar AS.
"Saya beri tahu Ibu Eni kalau tidak salah saya akan dapat 2,5 persen dan itu halal karena itu 'agent fee' jadi semua dapat 'fee'. Setelah saya yakin Bu Eni dapat mempertemukan saya dengan Pak Sofyan Basir, saya katakan saya dapat 'agent fee' 2,5 persen tapi saya tidak pernah mengatakan Ibu Eni dapat berapa," ungkap Kotjo.
"Dalam BAP saudara mengatakan 'Saya sampaikan bahwa saya dapat 'agent fee' 2,5 persen tahun 2016 ketika berada di lobi gedung PLN. Saya beri tahu karena saya ingin memastikan Eni bisa mempertemukan saya dengan Pak Sofyan Basir, yang tahu soal 'agent fee' 2,5 persen selain saya, adalah Setya Novanto dan Eni Maulani Saragih', apakah ini benar?" tanya jaksa penuntut umum KPK Ronald Worotikan.
"Sebenarnya kalau 2,5 persen itu orang akan tahu memang jumlah segitu, itu 'common sense' terdakwa tahu dan insya Allah fee-nya legal, tapi saya tidak pernah mengatakan itu ke Pak Setya Novanto karena asumsi saya, dia tahu karena 'fee' 2,5 persen itu memang 'common sense'," jawab Kotjo.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Kotjo pada sekitar 2015 mengetahui rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 sehingga ia mencari investor dan didapatlah perusahaan CHEC Ltd dari China dengan kesepakatan bila proyek berjalan maka Kotjo akan mendapat 'fee' sebesar 2,5 persen atau sekitar 25 juta dolar AS dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS.
Fee itu akan dibagikan kepada Kotjo sendiri sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS serta Setya Novanto sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS.
"Apa peran Setnov sehingga dicadangkan 6 juta dolar AS?" tanya jaksa Ronald.
"Pertama-tama, semua yang ada di 'list' itu tidak tahu akan mendapat uang, yang tahu cuma saya, lalu KPK menyita 'list' itu dan terungkap di media, jadi mereka 'suprise'. Nah saya dan beliau (Setnov) sudah kenal lama, saya merasa berhutang dengan dia, saya ingin berterima kasih kepada beliau karena beliau selalu membantu," jawab Kotjo.
Baca juga: Kotjo akui peran Eni sebagai penghubung Dirut PLN
Baca juga: Penyuap Eni Maulani divonis 2 tahun 8 bulan penjara
Baca juga: KPK ajukan banding putusan Johannes Budisutrisno Kotjo
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018