Jakarta (ANTARA News) - Tim pengacara para korban kecelakaan Pesawat Lion Air JT 610 yang dipimpin Kabateck LLP meminta The Boeing Company, produsen Boeing 737 MAX 8, membantu Indonesia menemukan sisa jasad korban yang hingga saat ini belum ditemukan.
“Boeing memiliki kewajiban hukum untuk mengumpulkan seluruh bukti yang memungkinkan di tempat kejadian kecelakaan, namun kami percaya mereka juga punya kewajiban moral yang lebih besar untuk menemukan jasad korban yang kehilangan jiwa akibat kecelakaan tragis tersebut,” kata pendiri Kabateck LLP, Brian S. Kabateck, dalam keterangan yang diterima, Senin.
Sampai proses pencarian dihentikan, sebanyak 64 jasad korban tragedi Lion Air JT 610 belum ditemukan dan keluarga para korban juga telah meminta pemerintah melakukan pencarian lanjutan.
Di saat yang sama, Kabateck juga telah mengirimkan permintaan kepada Boeing untuk menjaga seluruh bukti-bukti penting terkait pesawat dan kecelakaan (preservation notice).
Para pengacara yang mewakili para keluarga korban tragedi Lion Air menggugat Boeing atas kelalaian yang mengakibatkan kematian (wrongful death).
Gugatan ini diajukan di Cook County IL, lokasi kantor pusat produsen pesawat terbang tersebut.
Gugatan diajukan setelah 189 orang kehilangan nyawanya dalam kecelakaan yang membuat pesawat terjun bebas diduga akibat kesalahan sistem anti-stall dan maneuvering characteristics augmentation system (MCAS) serta kelemahan petunjuk penerbangan dan prosedur operasional Boeing.
Atas dugaan tersebut, pesawat 737 MAX 8, generasi terbaru dari jajaran pesawat seri 737 buatan Boeing tengah diperiksa.
"Boeng telah bersedia mengeluarkan sejumlah dana untuk menemukan pesawat yang jatuh, seharusnya mereka juga bersedia mengeluarkan sedikit uang untuk membantu menemukan para korban," katanya.
Kabateck dikenal sebagai salah satu pengacara persidangan terkemuka di Amerika Serika, dan sering diandalkan sejumlah media pemberitaan seperti CNN, MSNBC dan FOX untuk kajian kritisnya.
Di Amerika Serikat, tim legal para penggugat terdiri dari Brian S. Kabateck, Christopher Noyes, Shant Karnikian dan Brian Hong dari Kabateck LLP.
Mereka berkolaborasi dengan Steven Hart dan John Marrese dari firma asal Chicago, Hart, McLaughlin & Eldridge serta Sanjiv Singh dari firma hukum asal San Mateo, CA, SNS PLC.
Tak hanya itu, tim Kabateck juga menggandeng Kantor Advokat Kailimang & Ponto di Indonesia untuk memastikan seluruh keluarga korban mendapatkan perlindungan hukum dan menerima pembayaran asuransi sesuai aturan hukum di Tanah Air, meskipun proses gugatan di Amerika Serikat sedang berjalan.
Co-Counsel, Steven Hart yang bekerja di Hart, McLaughlin & Eldridge menegaskan mereka akan terus berjuang bersama para korban yang memberikan kuasa untuk mendapatkan haknya. Penegasan serupa juga disampaikan Sanjiv Singh dari firma hukum asal San Mateo, CA, SNS PLC.
"Boeing sebenarnya dapat dengan mudah memberikan bantuan sumber daya untuk menemukan jasad para korban kecelakaan Lion Air JT 610. Meski sekarang belum terlihat akan dilakukan, kami akan tetap meminta mereka bertanggungjawab,” pungkas Sanjiv.
Pesawat 737 MAX 8 berangkat dari Bandara Internasional Soekarno – Hatta di Jakarta sekitar pukul 6:21 pagi pada 29 Oktober 2018 lalu.
Sesaat setelah lepas-landas, kru Lion Air menghubungi petugas pemandu udara (air traffic controllers) dan meminta kembali ke Jakarta.
Pesawat mendapat izin kembali, namun tidak berhasil memutar haluan. Para saksi mata melaporkan pesawat miring ke kiri, mengubah ketinggian secara signifikan, lalu turun secara tajam.
Menurut data dari radar penerbangan, pesawat tersebut berada di ketinggian 5.000 kaki ketika melakukan penurunan terakhir. Pesawat lantas jatuh ke laut dan hancur akibat benturan sehingga menewaskan semua orang yang berada di pesawat terbang.
Baca juga: Dukcapil permudah keluarga JT 610 dapatkan akte kematian
Baca juga: Keluarga korban berharap ada prasasti JT 610
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018