Jakarta (ANTARA News) - Asian Agri yang sedang menghadapi persoalan dengan wartawan senior Tempo Metta Dharmasaputra mengajak media di Indonesia untuk membangun kebebasan pers yang beretika. "Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme," kata Public Relation Asian Agri Rudy Sinaga di Jakarta, Rabu. Dalam konteks menghormati dan untuk "Membangun Kebebasan Pers Yang Beretika", maka pada 5 Januari 2007 Asian Agri telah melayani dan mendatangi Kantor Majalah TEMPO dengan tujuan untuk memberikan penjelasan-penjelasan kepada Tempo atas dugaan manipulasi pajak, termasuk penjelasan tentang dugaan rekayasa jual beli CPO sehingga merugi, transfer pricing dan dugaan biaya fiktif. Untuk menepis dugaan rekayasa transaksi CPO dan transfer pricing, Asian Agri melengkapi penjelasan dengan menyajikan fakta pergerakan harga jual CPO yang ditutup Asian Agri dibandingkan dengan harga CPO acuan Rotterdam selama 4 tahun terakhir sejak 2003. Sementara itu, sebagaimana diberitakan media, salinan komunikasi pesan pendek antara Metta dan sejumlah sumber beritanya tersebar ke sejumlah wartawan. Bersamaan dengan itu, terbit surat pemanggilan dari Polda Metro Jaya untuk Metta Dharmasaputra, sebagai saksi kasus tindak pidana pencucian uang oleh Vincentius Amin Sutanto, mantan karyawan PT Asian Agri, anak perusahaan Raja Garuda Mas. Polisi memeriksa Metta untuk menjelaskan pesan-pesan SMS yang dikirim ke dan dari seorang pengusaha terkait dengan kasus ini. Terkait dengan itu, Rudy Sinaga mempertanyakan apakah Metta begitu naifnya tidak memahami adanya rambu-rambu conflict of interest dalam kerja jurnalistiknya. Rudy merasa tidak seyogyanya menyampaikan permasalahan Etika Pers ini, karena Etika Pers adalah norma yang berlaku di antara insan Pers. Namun dalam konteks untuk membangun Kebebasan Pers, sebagaimana selama ini group usahanya telah tunjukkan kepada insan pers dengan senantiasa membawa permasalahan pers melalui mediasi Dewan Pers dengan menggunakan Undang-Undang Pers, kiranya cukup pantas untuk menyampaikan kegundahan dan keprihatinan atas peristiwa pemanggilan wartawan oleh polisi. "Apabila benar terjadi pelanggaran profesi, itu sungguh memalukan dan telah mencoreng kebebasan pers. Selanjutnya Asian Agri Group menghimbau semua pihak, khususnya insan Pers, untuk menegakkan "Kebebasan Pers yang Beretika"," kata Rudy. Dalam konteks itu pula, Asian Agri, membawa permasalahan ini kepada Dewan Pers untuk dapat memberikan rekomendasi dan melakukan penilaian bukan membawa permasalahan ini kepada pihak-pihak lain. Metta menjelaskan komunikasinya dengan Vincentius berkaitan dengan tugas jurnalistiknya. Dia membantah tudingan bahwa hubungannya dengan Vincentius sudah diatur sebelumnya oleh lawan bisnis Sukanto Tanoto, pemilik Raja Garuda Mas. Sebelumnya, Metta sempat memberikan klarifikasi tertulis bahwa keberangkatannya ke Singapura atas penugasan resmi dari kantor untuk menjalankan tugas jurnalistik. Dia juga membantah bahwa menerima uang dari pihak lain terkait dengan kasus ini (kasus Vincentius). "Tidak satu sen pun uang pernah diterima dan masuk ke kantong pribadi saya," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007