Ambon (ANTARA News) - Warga Kota Ambon dan Maluku, mungkin saat ini boleh berbangga karena daerahnya semakin dikenal serta menjadi salah satu daerah yang layak dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri.
Berkat berbagai kegiatan bertaraf nasional dan internasional, Ambon kini berubah menjadi salah satu kota di Indonesia timur yang banyak dikunjungi dan menjadi perbincangan berbagai kalangan karena banyak menyelenggarakan kegiatan keagamaan yang melibatkan umat beragama dari seluruh daerah di Tanah Air.
Tingginya arus kunjungan ke Maluku, tentu tidak terlepas dari arus dan frekuensi penerbangan dari berbagai daerah ke Ambon yang semakin lancar, khususnya jasa transportasi udara yang dilayani berbagai maskapai penerbangan.
Namun, pada penghujung tahun 2018 ini, warga yang ingin berkunjung maupun sebaliknya meninggalkan Ambon untuk mudik, merayakan Natal 25 Desember dan Tahun Baru 2019 bersama keluarga, harus "mengelus dada" dan menahan hasratnya, karena tingginya biaya penerbangan.
Jasa layanan "burung besi" dari dan ke Ambon sejak pertengahan November hingga minggu kedua Desember 2018 tidak lagi murah.
Bahkan tiket kelas ekonomi yang dijual melalui travel konvensional maupun situs belanja tiket dalam dalam jaringan (daring) dari dan ke Ambon, harganya telah mencapai level premium atau sama dengan harga tiket kelas bisnis di setiap maskapai penerbangan.
Sejumlah warga Ambon di perantauan yang dihubungi mengaku terpaksa membatalkan niat mudik merayakan Natal, 25 Desember 2018 dan Tahun Baru 2019 bersama keluarga di ibu kota Provinsi Maluku tersebut.
"Beta (saya, red.) sebenarnya merencanakan `pulang kampung` bersama istri dan anak untuk merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarga di Ambon. Tetapi karena harga tiket yang tinggi terpaksa harus membatalkan rencana tersebut," ujar Petra Lesi (44), warga asal Ambon yang saat ini bermukim di Jakarta.
Petra yang telah merantau dan bekerja di Jakarta sejak 30 tahun lalu, mengaku membutuhkan biaya hampir Rp20 juta untuk biaya tiket pergi-pulang, jika ingin mudik bersama istri dan seorang anaknya. Belum lagi biaya lainnya untuk membeli oleh-oleh bagi sanak saudaranya.
Warga lainnya, Angky (35), mengaku terpaksa merogoh kocek hampir Rp9 juta untuk membeli tiket pesawat PP agar bisa mudik ke kampung halamannya di Pulau Adonara, Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarganya.
Angky yang merantau di Kota Ambon karena tuntutan pekerjaan sejak tahun 2012, mengaku resah dengan melonjaknya harga tiket pesawat dan berniat membatalkan rencana mudik akhir tahun ke kampung halaman.
"Niat mudik ke kampung halaman ini sudah sejak awal tahun 2018. Apalagi saya sudah berjanji kepada orang tua untuk merayakan Natal dan Tahun Baru bersama mereka di kampung, sehingga terpaksa harus merogoh simpanan hampir Rp9 juta untuk membeli tiket pulang-pergi Ambon-Makasar-Kupang," ujarnya.
Slamet (49), salah seorang pedagang sayur keliling di Kota Ambon, mengaku terpaksa membatalkan niat mudik akhir tahun ke kampung halamannya di Probolinggo, Jawa Timur.
"Saya sebenarnya ingin mudik untuk bertemu istri dan kedua anak saya di Probolinggo sekaligus merayakan akhir tahun bersama mereka. Tetapi karena harga tiket yang tinggi sehingga terpaksa dibatalkan," ucapnya.
Slamet yang telah merantau di Ambon sejak tiga tahun terakhir dan menjadi pedagang sayur keliling itu, mengaku telah mengabari istri dan kedua anaknya tentang pembatalan rencana mudik karena tingginya harga tiket penerbangan.
Uang keuntungan hasil berdagang sayur keliling yang dikumpulkan hampir setahun, sebagian besar akan dikirimkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari istri dan anaknya, sekaligus simpanan untuk biaya sekolah pada awal tahun 2019, sedangkan sisanya dijadikan modal usaha dan membiayai kebutuhan hidupnya sendiri.
Pengaruhi Inflasi
Kantor Bank Indonesia Perwakilan Maluku menyebutkan kenaikkan harga tiket yang semakin "meroket" telah menjadi perbincangan hangat kalangan masyarakat dan pelaku usaha, juga menjadi salah satu penyebab tingginya laju inflasi Kota Ambon dalam dua bulan terakhir.
"Tingginya inflasi Kota Ambon salah satunya dipicu oleh kenaikan harga tiket maskapai penerbangan dari dan menuju Ambon. Faktor ini telah terlihat sejak tiga bulan terakhir jelang akhir tahun," kata Kepala Kantor BI Perwakilan Maluku, Bambang Pramasudi, saat rapat tahunan BI di Ambon, 5 Desember 2018.
Pada bulan Agustus dan September, inflasi masih cukup rendah, yakni 0,01 persen dan minus 0,39 persen.
Inflasi akibat "meroketnya" harga tiket pesawat pada Oktober dan November 2018, yakni 0,47 persen dan 0,87 persen. Besaran inflasi bulanan atau month to month (mtm) menjelang akhir 2018 hampir sama dengan inflasi tahunan (yoy) Maluku pada Noveber 2017 yang 0,96 persen (yoy) dan Desember 2017 0,78 persen (yoy).
Dia mengaku tingginya harga tiket pesawat salah satunya dipicu penyelenggaraan dua kegiatan bertaraf nasional dan internasional di Kota Ambon, yakni Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik Nasional I pada 27 Oktober hingga 2 November 2018, dilanjutkan dengan Amboina International Bamboo Music Festival, 15-17 November 2018.
Tingginya harga tiket pesawat, tandas Bambang, telah dibicarakan dengan Pemprov Maluku, khususnya Dinas Perhubungan yang ditindaklanjuti dengan pengiriman surat kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Kepala Dinas Perhubungan Maluku, Frangky Papilaya, juga mengaku heran dengan kenaikkan harga tiket pesawat dari dan ke Ambon, karena di satu sisi beberapa maskapai penerbangan malah mengurangi frekuensi penerbangan dari dan ke ibu kota Provinsi Maluku tersebut dengan alasan kurang penumpang.
Frangky juga mengaku sempat menjadi "korban" tingginya harga tiket saat perjalanan dinas ke Jakarta. Uang tiket untuk perjalanan dinasnya ternyata tidak mencukupi untuk perjalanan Ambon-Jakarta PP yang mencapai Rp4 juta untuk sekali jalan.
Ia terpaksa harus menggunakan sebagian dana akomodasi perjalanan dinasnya untuk membayar kekurangan biaya tiket tersebut.
Frangky menduga ada "kong kali kong" secara terselubung antarmaskapai penerbangan untuk bersama-sama memberlakukan biaya tiket yang tinggi untuk semua penerbangan dari dan menuju Ambon.
Tingginya harga tiket rute dari dan ke Ambon menjelang akhir tahun merupakan yang pertama kali terjadi dan dirasakan melebihi tarif batas atas (TBA).
Frangky mengaku telah banyak menerima keluhan masyarakat tentang tingginya harga tiket, namun pihaknya tidak memiliki kewenangan selain hanya monitoring dan laporan. Seluruh masalah penerbangan udara merupakan kewenangan Kementerian Perhubungan.
"Saya sudah menyurati Menteri Perhubungan untuk menyampaikan tingginya harga tiket jelang akhir tahun. Harga tiket Ambon-Jakarta saja sudah hampir sama dengan biaya perjalanan ke Thailand," tandasnya.
Sementara itu, PT Angkasa Pura 1 selaku penyedia layanan lalu lintas udara mengaku kenaikan tersebut disebabkan adanya pengurangan beberapa pesawat dan rute penerbangan.
"Data dari `airline` ada pengurangan frekuensi," ujar pimpinan Humas AP I Bandara Pattimura, Andi Heriyanto.
Beberapa maskapai penerbangan yang mengajukan pembatalan penerbangan dari dan ke Ambon untuk dialihkan ke rute lebih ramai, yakni Garuda dan Lion Group. Frekuensi yang tadinya setiap hari, kini hanya beberapa kali dalam seminggu.
Maskapai Garuda misalnya mengurangi frekuensi penerbangannya dari sebelumnya setiap hari menjadi tiga kali dalam seminggu.
Data analisis AP I Bandara Pattimura, maskapai sengaja mengurangi frekuensi penerbangan untuk menekan biaya produksi yang tinggi. Begitu pun harga bahan bakar, yakni avtur, naik, sedangkan okupansi jauh dari 100 persen.
Ketentuan mengenai tarif batas atas dan tarif batas bawah penerbangan dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formula Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Dalam PM itu disebutkan rentang ambang batas tarif adalah antara 30 sampai 100 persen dari tarif batas atas yang ditetapkan pemerintah.
PM tersebut memuat antara lain formulasi tarif dan besaran tarif jarak (basic fare) setiap rute domestik kelas ekonomi. Tarif yang harus dibayar penumpang masih ditambah pajak, asuransi, biaya pelayanan penumpang di bandara, dan bisa terdapat biaya tambahan (penumpang dapat memilih secara opsional).
Besaran tarif juga berbeda menurut kategori pelayanan maskapai (full services, medium services, dan no frill). Peraturan Menteri Perhubungan tersebut tidak mengatur tarif kelas bisnis.
Jika maskapai melanggar ketentuan tersebut, sanksi yang akan dikenakan berjenjang mulai dari peringatan, pengurangan frekuensi penerbangan, penundaan pemberian izin rute, denda administratif, hingga pembekuan rute penerbangan.
Kini masyarakat yang akan merayakan mudik dari dan ke Ambon maupun daerah lain di Indonesia timur, hanya bisa berharap ketegasan pemerintah untuk segera menormalkan biaya penerbangan menggunakan "burung besi" tersebut, sehingga mereka dapat pulang ke kampung halaman dengan penuh sukacita.*
Baca juga: Harga tiket penerbangan dikeluhkan warga Timika
Baca juga: Menggugat mahalnya tiket pesawat Padang-Jakarta
Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018