Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan nasional (Wajardiknas) sembilan tahun hingga pertengahan tahun 2007 tercapai sesuai target, baik dalam hal Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM).
Pernyataan itu disampaikan oleh Bambang kepada pers usai rapat koordinasi tingkat menteri tentang pelaksanaan Wajardiknas dan realisasi Inpres No. 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajardiknas sembilan tahun dan Pemberantasan Buta Huruf (GNP PWB/PBA), di Jakarta, Rabu.
Menteri menjelaskan, program wajardiknas enam tahun telah berhasil Indonesia tuntaskan pada tahun 1994. Pemerintah kemudian memperluas program itu menjadi Wajardiknas sembilan tahun, dengan target tahun 2004 angka partisipasi SMP mencapai 95 persen dari semua lulusan SD.
Namun akibat hantaman krisis pada tahun 1997, target nasional program ini pun tidak terealisasi, sehingga pada tahun 2004 angka partisipasi baru mencapai 81 persen.
"Wajardiknas sembilan tahun diperpanjang hingga akhir tahun 2008, harapannya pada akhir tahun 2009 minimal 95 persen lulusan SD melanjutkan pendidikannya ke SMP," kata menteri.
Hingga data Juni 2007, masih kata Bambang, APK SMP tercatat sudah mencapai 93,7 persen.
"Itu sebabnya saya yakin target 95 persen hingga akhir tahun 2009 bisa tercapai," katanya menegaskan.
Namun walaupun APK dan APM tercapai, Bambang mengatakan bahwa target penurunan angka putus sekolah di tingkat SD dan SMP belum bisa tercapai.
Target siswa SD yang putus sekolah 2,58 persen ternyata belum bisa dicapai, karena hingga tahun 2007 angkanya masih berada di kisaran 3,01 persen.
"Sementara angka putus sekolah di tingkat SMP saat ini adalah 2,1 persen, di atas target kita yang 1,18 persen," kata Bambang.
Dalam program Wajardiknas dan mengurangi angka putus sekolah, pemerintah telah menerapkan beberapa metode antara lain program pembiayaan sekolah buat pelajar miskin, kejar paket A dan paket B, SMP Terbuka, BOS (Bantuan Operasional Sekolah), dan beasiswa lewat Program Keluarga Harapan (PKH).
"PKH adalah santunan tunai bersyarat dari pemerintah untuk keluarga miskin yang anaknya berusia sekolah tapi tidak sekolah akibat keterbatasan dana," kata Bambang.
PKH adalah program pengganti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan diluncurkan pada akhir Juli 2007.
Berbeda dengan BLT, PKH lebih difokuskan kepada aspek kesehatan, gizi, dan pendidikan. Secara finansial setiap rumah tangga sangat miskin (RTSM), akan menerima bantuan Rp600.000-Rp2.200.000 per tahun, yang diberikan tiap tiga bulan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007