Jakarta (ANTARA News) - Tahun 2018 hampir terlewati dengan sejumlah catatan pengelolaan makro ekonomi yang stabil dan kokoh dalam menghadapi kondisi global yang masih bergejolak.

Hal ini terlihat dari pencapaian pertumbuhan ekonomi yang hingga triwulan III-2018 berada pada kisaran 5,17 persen dan laju inflasi yang masih dibawah 3,5 persen.

Pergerakan harga komoditas minyak dunia yang cenderung mengalami kenaikan bahkan memberikan dampak positif kepada penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kondisi ini yang menyebabkan pemerintah pada pertengahan tahun, setelah melihat pencapaian pada semester I 2018, memutuskan tidak mengajukan APBN Perubahan.

Pemerintah berani mengambil risiko tersebut, meski pergerakan rupiah pada waktu itu mulai memperlihatkan tanda-tanda perlemahan, dan menjauhi asumsi Rp13.400 per dolar AS.

Situasi ini merupakan hal di luar kebiasaan, karena asumsi makro ekonomi yang selalu bergerak membuat pemerintah selalu mengajukan perubahan anggaran.

Namun, perjudian itu membuahkan hasil karena pengelolaan APBN sama sekali tidak terganggu dengan tekanan eksternal dan bisa memberikan kontribusi terhadap pembangunan.

Baca juga: Rapat Paripurna DPR setujui pengesahan RAPBN 2019

Mengecilnya defisit anggaran

Melalui pengelolaan yang memadai, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan defisit anggaran pada akhir tahun berada pada kisaran 1,86 persen - 1,87 persen terhadap PDB.

Perkiraan realisasi ini lebih rendah dari target defisit anggaran dalam APBN 2018 yang ditetapkan sebesar 2,19 terhadap PDB.

Ia menegaskan realisasi defisit anggaran ini didukung kuatnya penerimaan dari sektor perpajakan serta kinerja belanja pemerintah yang efektif dan efisien.

Penerimaan pajak yang stabil membuat pemerintah tidak khawatir dengan persoalan pembiayaan dan memutuskan untuk tidak melakukan penerbitan surat utang pada Desember 2018.

Mengecilnya defisit anggaran ikut memberikan dukungan kepada keseimbangan primer yang pada akhir tahun diperkirakan mencapai negatif Rp15 triliun atau mendekati nol.

Hingga akhir November 2018, realisasi defisit anggaran telah tercatat sebesar Rp287,9 triliun atau 1,95 persen terhadap PDB.

Realisasi tersebut berasal dari pendapatan negara sebesar Rp1.654,5 triliun atau 87,3 persen dari target dan belanja negara Rp1.942,4 triliun atau 87,5 persen dari pagu.

Pencapaian defisit anggaran ini merupakan yang terendah sejak 2014, yang berarti memperlihatkan adanya pengelolaan APBN yang semakin baik dan optimal.

Sebelumnya, defisit anggaran pada 2014 tercatat sebesar 2,19 persen terhadap PDB, pada 2015 sebesar 2,78 persen terhadap PDB, pada 2016 sebesar 2,53 persen terhadap PDB dan pada 2017 sebesar 2,59 persen terhadap PDB.

Selama ini, pemerintah terus menjaga defisit anggaran di bawah tiga persen terhadap PDB sesuai amanat Undang Undang Keuangan nomor 17 Tahun 2003.

Baca juga: Tanpa ajukan APBN-P, Kemenkeu: Pelaksanaan anggaran tetap terkendali

Tetap Terkendali

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pelaksanaan anggaran hingga mendekati akhir tahun 2018 tetap terkendali meski pemerintah tidak mengajukan APBN Perubahan.

Bahkan, menurut dia, pelaksanaan APBN tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, karena penerimaan pajak tumbuh double digit dan penerimaan negara bukan pajak melampaui target karena tingginya harga minyak dunia.

Pencapaian tersebut juga didukung oleh kecepatan penyerapan belanja yang lebih baik dari 2016-2017 dan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi.

Secara tidak langsung, perbaikan kinerja APBN ini didukung oleh keberanian pemerintah untuk tidak mengajukan APBN Perubahan.

Menurut dia, kinerja belanja pemerintah bisa saja melambat apabila pengajuan revisi APBN dilakukan pada pertengahan tahun.

Selama ini, pelaksanaan APBN Perubahan selalu membuat Kementerian/Lembaga (KL) harus kembali melakukan revisi dokumen maupun rancangan belanja anggaran.

Dengan kondisi tersebut, maka proses birokrasi pencairan anggaran belanja pemerintah bisa berlangsung lebih lama, bahkan menumpuk pada akhir tahun.

"Bagusnya dengan tidak ada APBN-P, pemerintah dan Kementerian Lembaga bisa fokus melaksanakan tugas. Kalau kita mengajukan APBN-P, kita harus melakukan perubahan dokumen dan rancangan," kata Askolani.

Ia mengharapkan kinerja KL ini terus dipertahankan untuk tahun anggaran 2019 agar tercipta pengelolaan anggaran yang makin efektif dan efisien untuk mendukung target pembangunan yang sudah ditetapkan.

Baca juga: Menkeu sebut capai defisit anggaran terendah dalam lima tahun

Tunggu Pantauan

Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Destry Damayanti mengatakan fundamental makroekonomi Indonesia masih berada dalam posisi yang kuat sehingga dapat menahan sentimen negatif yang datang dari global.

Situasi ini menyebabkan pendapatan negara diperkirakan melebihi target karena kuatnya realisasi penerimaan pajak jelang akhir tahun.

Membaiknya pengelolaan fiskal ini, bisa memberikan keyakinan terhadap masuknya modal asing ke Indonesia seiring dengan perlambatan ekonomi China.

"Investor akan mencari pasar baru, karena kondisi ekonomi Eropa juga masih bermasalah," ujar Destry yang juga Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menambahkan pengelolaan penerimaan maupun belanja negara sudah memperlihatkan banyak perbaikan pada 2018.

Namun, ia mengingatkan situasi ini didukung oleh kenaikan harga minyak dunia maupun perlemahan rupiah yang sudah melampaui asumsi.

Untuk itu, Piter mengharapkan pemerintah dapat memperkuat daya tahan pelaksanaan APBN agar lebih optimal di tahun politik 2019.

Pantauan terhadap pergerakan asumsi makro ekonomi juga harus terus dilakukan karena dinamika perekonomian global diperkirakan sama seperti 2018.

Meningkatnya tensi perang dagang dan normalisasi kebijakan moneter di negara maju, merupakan dua "hantu" yang masih bergentayangan dan momok bagi negara berkembang.

Meski demikian, Piter belum bisa memastikan pemerintah akan belajar dari pengalaman 2018 dan berani tidak mengajukan APBN Perubahan, karena semua tergantung perjalanan APBN di triwulan I-2019.

"Kalau selama tiga bulan pertama itu realisasi indikator makro seperti harga minyak dan nilai tukar masih mendekati asumsi APBN 2019 maka tidak perlu ada APBN perubahan," ujarnya.

Baca juga: Menkeu serukan sinergi APBN-APBD, cegah dampak negatif global
Baca juga: Menkeu optimistis pendapatan negara lampaui target APBN 2018

Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018