Surabaya (ANTARA News) - Suhu politik menjelang Pemilihan Presiden RI dan Pemilihan Legislatif 2019 di sejumlah daerah di Indonesia mulai memanas, tidak hanya di kalangan partai politik dan tim sukses capres-cawapres, melainkan juga di kalangan calon legislatif.

Kondisi panas tersebut tampak dari pertengkaran soal pemasangan alat peraga kampanye (APK) berupa spanduk, baliho, umbul-umbul, videotron dan lainnya, seperti halnya yang terjadi di Kota Surabaya, Jawa Timur dalam sebulan terakhir ini.

Terlihat antar-caleg saling serobot saat pemasangan APK di sejumlah lokasi. Bahkan tidak jarang, sejumlah caleg melakukan tindakan tidak terpuji dengan cara merobek, memindah, menghilangkan maupun menindih APK caleg lain.

"Saya baru pasang baliho di Kebroan tapi disobek sama caleg lain. Padahal itu di kawasan rumah saya," kata Caleg DPRD Jatim dapil 1 Surabaya dari Partai Perindo, Samuel Teguh.

Ketua DPD Partai Perindo Surabaya ini menyesalkan adanya aksi saling serobot seperti yang dilakukan caleg DPRD Jatim dapil 1 Surabaya dari Partai Demokrat Hartoyo terhadap balihonya di Kebraon.

Ia menilai tindakan tersebut adalah tindakan yang tidak beretika.

Samuel sempat mengatakan jika ada sejumlah kader Perindo yang tidak terima dan sempat marah atas kejadian itu. Bahkan mereka hendak membalas dengan menyobek baliho dari caleg lain itu. Namun, tindakan tersebut segera dicegahnya.

Pada saat itu, Samuel menghubungi Hartoyo untuk mengklarifikasi pencopotan balihonya dan meminta supaya mengganti baliho seperti semula. Untungnya, setelah menelepon Hartoyo, baliho yang dirusak tersebut diganti yang baru dan dipasang berdampingan.

Hal senada juga dikatakan Caleg DPRD Surabaya dapil 3 dari Partai Golkar, Arif Fathoni. Ia mengatakan banyak baliho partainya seperti milik Dian Jenny diganti dengan caleg lain.

Adapun modusnya, kayu penopang baliho dipotong bagian bawah, lalu keesokan harinya diganti dengan baliho caleg lain. Tidak hanya itu, lanjut dia, dua baliho miliknya yang dipasang di Kejawen Lor hanya bertahan dua malam karena dicopot orang tidak dikenal.

Untuk mensiasati hal itu, ia selalu mengambil foto setiap memasang APK. Begitu APK tersebut dirusak caleg lain, ia memiliki bukti yang bisa dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya.

Gugat Bawaslu

Ribut soal APK tidak hanya terjadi antar-caleg, melainkan juga antara caleg dengan Bawaslu Surabaya.

Seperti halnya sejumlah APK milik Caleg DPR RI Dapil Jatim 1 dari Partai NasDem Vinsensius Awey di kawasan Sambisari dan Jelidro, Sambikerep yang terkena penertiban oleh tim gabungan Bawaslu dan Satpol PP Surabaya karena dianggap menyalahi aturan.

Padahal menurut Awey, Bawaslu Surabaya sendiri yang dianggap menyalahi ketentuan saat menertibkan APK karena baliho miliknya itu materinya hanya menyampaikan pesan sosial berupa ajakan untuk membumikan Pancasila, bukan ajakan kampanye.

Apalagi hal itu, sudah sesuai kapasitasnya sebagai anggota Komisi C DPRD Surabaya sebagaimana UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

Kemudian, politiskus Partai Nasdem ini berkoordinasi dengan Ketua Bawaslu Surabaya Hadi Margo kalau baliho miliknya itu tidak melanggar aturan kampanye.

Politikus Partai Nasdem ini juga mengancam akan menggugat kebijakan Bawaslu Surabaya karena dinilai menyalahi ketentuan saat menertibkan alat peraga kampanye miliknya.

"Sepertinya penertiban baliho saya itu atas dasar asumsi mereka di lapangan, bukan berdasarkan ketentuan. Saya akan gugat ke Dewan Pengawas Pelaksana Pemilu (DKPP)," kata Awey.

Awey menyayangkan tidak adanya koordinasi yang baik antara Bawaslu, Panwascam, dan Satpol PP dalam penertiban APK miliknya itu. Ia juga menduga penertiban itu dilakukan secara tebang pilih, karena ada baliho APK caleg yang melanggar tapi tetap terpasang.

Selain itu, lanjut dia, pihaknya mengusulkan DPRD Surabaya untuk segera memanggil Bawaslu Surabaya terkait dengan penertiban APK yang dinilai menyalahi ketentuan.

Ia mengingatkan agar bawaslu bekerja profesional, tidak tebang pilih, dan tidak berdasarkan titipan, melainkan berdasarkan PKPU Nomor 33 Tahun 2018.

Menyikapi hal itu, anggota Badan Pengawas Pemilu Kota Surabaya Agil Akbar meminta caleg yang merasa dirugikan atas perusakan atau penyerobotan lokasi pemasangan APK segera melapor ke Bawaslu untuk ditindaklanjuti.

Agar laporan tersebut bisa diproses, maka diperlukan syarat formil dan materiil berupa nama caleg yang balihonya diganti, lokasi dan kapan terjadinya beserta saksinya.

Selain itu, lanjut dia, bentuk pelanggarannya seperti apa. Jika perusakan APK maka ranahnya bisa masuk pidana, sedangkan kalau pemindahan APK masuk sengketa.

Sedangkan terkait persoalan APK caleg Vinsensius Awey, Ketua Bawaslu Surabaya Hadi Margo mengatakan pihaknya mempersilahkan Vinsensius Awey melakukan gugatan atas penertiban balihonya itu.

"Silahkan gugat. Kami sudah melakukan penertiban sesuai prosedur," katanya.

Hadi Margo menyayangkan sikap Awey yang emosional atas dicopotnya baliho yang dinilai melanggar estetika itu. Ia berharap Awey tidak marah-marah, melainkan menyelesaikannya dengan kepala dingin melalui diskusi.

Menurutnya, gugatan Awey tersebut salah alamat, karena balihonya itu dicopot bukan karena melanggar kampanye, melainkan menyalahi astetika.

"Kalau estetika, berarti baliho itu melanggar perda sehingga yang berhak mencopot ya Satpol PP. Kalaupun ada penertiban itu karena gabungan Satpol PP bersama petugas Bawaslu Surabaya," katanya.

Namun hal itu sempat dicek oleh Awey ke Kepala Satpol PP Irvan Widyanto bahwa Satpol PP hanya membantu menjalankan permintaan dari Linmas dan Bawaslu dalam penertiban APK.

Ia menyesalkan antara bawaslu dan Satpol PP saling lempar tanggung jawab. "Itu menunjukkan tidak ada koordinasi yang baik satu sama lain," katanya.

Keleluasaan

Partai NasDem meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya memberikan keleluasaan para caleg untuk pemasangan alat peraga kampanye di sejumlah lokasi dengan tujuan menghindari perselisihan antar-caleg.

Ketua DPD Nasdem Kota Surabaya, Sudarsono, juga menyarankan agar sesama caleg dari semua parpol untuk saling menahan diri agar suhu politik di Surabaya menjelang Pemilu 2019 tetap kondusif.

Menurut dia, aturan yang dikeluarkan KPU Surabaya terkait dengan lokasi-lokasi pemasangan APK memang mempersulit ruang gerak para caleg untuk memasang balihonya karena lokasi yang diizinkan sangat terbatas. Implikasinya, jelas rebutan lokasi antar-sesama caleg.

Karena itu, ia menyarankan harus dibuat kesepakatan bersama antara KPU, Bawaslu, Parpol dan Pemkot Surabaya agar ruang gerak parpol lebih leluasa memasang atributnya dan estetika kota tetap terjaga dan tidak merusak.

Komisioner KPU Surabaya Muhammad Kholid Asyadulloh mengatakan KPU pada 23 September 2018 telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1567/PL.01.5-Kpt/02/Kota/IX/2018 tentang lokasi pemasangan, jenis, jumlah, dan ukuran APK dalam Pemilu 2019 di Wilayah Surabaya.

Menurut dia, ada beberapa lokasi yang dilarang memasang APK yakni tempat ibadah, rumah sakit, gedung milik pemerintah dan lembaga pendidikan. Sementara untuk pemasangan APK di tempat yang merupakan milik perseorangan atau badan swasta harus disertai izin secara tertulis dari pemilik lokasi.

Selain itu, aturan pemasangan alat peraga kampanye sudah disepakati oleh KPU, Bawaslu, Caleg, Pemkot Surabaya, termasuk parpol sejak lama.

Misalnya soal lokasi, jenis, jumlah dan ukuran APK apa saja yang boleh dan tidak boleh dipasang sesuai keputusan KPU Surabaya di mana pemasangan APK harus tidak boleh menghilangkan estetika, kebersihan dan keindahan kota.

Berdasarkan kordinasi antara KPU Surabaya dengan Pemkot Surabaya serta memperhatikan sejumlah peraturan, juga telah ditetapkan 77 titik lokasi yang tidak diiizinkan untuk pemasangan APK.

Tentu saja semua aturan yang sudah disepakati ini jangan sampai dilanggar jika ingin kondisi Surabaya kondusif dalam menyambut Pemilihan Legislatif 2019.

Selain itu, para calon legislatif yang sedang mencari pendukung ini sudah seharusnya saling menahan diri dan mengedepankan akal sehat dalam menyelesaikan persoalan, sehingga demokrasi tetap berjalan tanpa ekses negatif.

Baca juga: Indonesia menuju Politik 4.0
Baca juga: Jangan sampai golput karena persyaratan terlalu ketat

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018