Bogor (ANTARA News) - Kementerian Pertanian menilai cara bertani di sebagian daerah yang masih tradisional menjadi salah satu tantangan dan kendala untuk mengoptimalisasi lahan rawa sebagai lahan pertanian.
"Tantangan kita mengajak petani lebih pintar bertani karena mereka masih tradisional. Menanam dengan varietasi lokal yang hanya sekali tanam saja kelihatannya sudah puas," kata Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian Dedi Nursyamsi di Bogor, Jumat.
Dedi menjelaskan saat ini petani yang memanfaatkan lahan rawa masih sedikit karena aksesibilitas juga masih terkendala, berbeda dengan lahan sawah biasa yang sudah memiliki akses jalan.
Selain itu, petani juga lebih memilih penggunaan varietas lokal yang berumur sembilan bulan, sehingga masa tanam hanya bisa sekali dalam setahun dan produktivitas gabah kering yang dihasilkan hanya berkisar rata-rata 2-3 ton per hektare.
"Dengan normalisasi air dan menggunakan varietas berkualitas, seperti 'umur genjah', petani bisa meningkatkan indeks pertanaman dan menghasilkan 6 ton gabah kering per hektare," kata dia.
Menurut Dedi, alasan petani masih menggunakan varietas lokal karena beras yang dihasilkan jenisnya pera. Beras ini lebih disukai masyarakat setempat, terutama di daerah Banjar.
Di sisi lain, keunggulan utama lahan rawa adalah ketersediaan air sepanjang tahun. Di saat wilayah lain mengalami kemarau dan kekeringan, lahan rawa justru dapat berproduksi optimal dan panen raya. Lahan rawa lebak pada saat kemarau panjang justru menguntungkan karena dapat menanam padi lebih luas.
Oleh karena itu, Kementan pun terus melakukan pendampingan agar petani bisa menormalisasi pergerakan air di lahan rawa dan melakukan cara bertani modern melalui alat mesin pertanian (alsintan) sehingga dapat meningkatkan produktivitas padi yang dihasilkan.
Saat ini Indonesia memiliki lahan rawa sekitar 34,1 juta ha, dimana sekitar 19,2 juta ha diantaranya sesuai untuk pengembangan pertanian, yaitu sesuai untuk padi sawah 14,2 juta ha, hortikultura 3,1 juta ha, dan tanaman tahunan 1,9 juta ha.
Lahan potensial tersedia (saat ini berupa semak belukar) yang secara cepat dapat dimanfaatkan ada sekitar 7,5 juta ha, terdiri dari 5,1 juta ha sesuai untuk padi sawah, 1,5 juta ha untuk hortikultura, dan 0,9 juta ha untuk tanaman tahunan. Lahan ini tersebar terutama di 3 pulau besar yaitu di Sumatra, Kalimantan dan Papua.
Baca juga: Kementan buat terobosan ubah rawa jadi lahan pertanian
Baca juga: Pupuk biosilika dari sekam dongkrak produksi padi di lahan pasang surut
Baca juga: Produsen pupuk siapkan teknologi peningkatan produksi padi di lahan rawa
Baca juga: Balitbangtan kenalkan bioindustri padi lahan pasang surut
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018