Jakarta (ANTARA News) - Isu pemalsuan blanko, jual beli blanko daring dan bercecernya kartu tanda penduduk (KTP) elektronik menuai kecurigaan sejumlah pihak, di antaranya menduga ada rencana kecurangan Pemilu 2019.
Penemuan KTP elektronik di Duren Sawit agaknya dapat dianggap sebagai KTP yang sudah kedaluwarsa dari sisi tanggal. Namun, berdasarkan UU Administrasi Kependudukan, KTP elektronik sekarang berlaku seumur hidup. Artinya, KTP elektronik yang ditemukan itu masih aktif.
Dugaan itu untuk sebagian cukup beralasan lantaran pada Pemilu serentak 2019 nanti, dokumen primer yang dijadikan sebagai syarat memilih bukan lagi daftar pemilih tetap (DPT), melainkan kepemilikan KTP elektronik.
Sehingga, ketika KTP elektronik `aspal` merajalela dan ditemukan berulangkali tercecer dimana-mana, kekhawatiran penyalahgunaan dokumen kependudukan itu untuk kepentingan Pemilu bisa dimaklumi.
Maka, wajar ada kekhwatiran, KTP elektronik akan dijadikan alat kecurangan di pesta demokrasi Tahun 2019.
Di media sosial, syak wasangka tentang kecurangan itu mengarah pada isu Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).
Netizen pendukung salah satu pasangan capres-cawapres menduga ada skenario kecurangan yang sedang dipersiapkan oleh kubu pasangan lawan lewat kasus KTP-elektronik ini.
"Tetapi saya agak sangsi pada asumsi itu. Sebab, jika kubu yang dituding adalah koalisi parpol pendukung capres-cawapres, sepertinya itu kurang logis," kata Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin di Jakarta, Senin (11/12).
Karena bila memang benar kasus KTP elektronik itu direkayasa oleh suatu koalisi parpol untuk kepentingan pemenangan capres-cawapres yang mereka dukung, tetapi, KTP elektronik tidak hanya bisa digunakan sebagai alat kecurangan di Pilpres, melainkan bisa digunakan untuk Pileg.
"Di Pileg, KTP elektronik tidak bisa digunakan untuk mencoblos semua parpol anggota koalisi. Dia hanya bisa dimanfaatkan untuk mencoblos satu parpol saja," katanya.
Nah, parpol yang lain tentu tidak akan rela jika hasil kecurangan itu hanya dinikmati oleh salah satu parpol saja dalam koalisi mereka.
Kalau mau curang bareng-bareng, semuanya tentu akan menuntut manfaat yang sama atas praktik manipulatif itu. Logikanya kan begitu, tetapi tidak mungkin diwujudkan.
"Di Pileg tidak ada lagi asas kolegialitas. Yang ada adalah semangat rivalitas. Tidak ada lagi cerita koalisi, yang ada spirit berkompetisi. Masing-masing parpol akan saling berebut suara," papar Said.
Dalam konteks itulah, maka diragukan adanya skenario kecurangan yang dirancang secara kolektif oleh koalisi parpol pendukung capres-cawapres tertentu. Probabilitasnya kecil sekali.
Tetapi, seandainya benar ada pihak yang sedang merancang kecurangan Pemilu melalui manipulasi KTP elektronik, maka hal itu tidak dilakukan oleh suatu koalisi parpol, tetapi dapat saja dilakukan oleh pemain tunggal.
"Mereka merancang skenario kecurangan untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Tetapi sekali lagi ini baru satu asumsi jika memang benar ada skenario kecurangan Pemilu lewat manipulasi KTP elektronik," tuturnya.
Selain asumsi itu, masih banyak kemungkinan yang lain. Bahkan bisa juga sebetulnya memang tidak ada skenario kecurangan apapun dari kisruh KTP elektronik tersebut.
Untuk mengungkap benar-tidaknya ada rencana kecurangan Pemilu itu, Said mendorong DPR untuk memajukan Hak Angket melalui pembentukan Panitia khusus (Pansus).
Menurut dia, dari 10 parpol pemilik kursi DPR saat ini, tentu tidak ada satupun yang mau dicurangi di Pemilu nanti.
"Jadi segera saja bentuk Pansus KTP elektronik agar semuanya menjadi terang-benderang," katanya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk menangani secara serius KTP elektronik yang tercecer di beberapa tempat. Bahkan, DPR juga mendorong agar Kemendagri membentuk tim untuk menginvestigasi persoalan itu
"Kalau Kemendagri tidak bisa menangani permasalahan tersebut maka para anggota DPR akan mendorong pembentukan Pansus KTP-E tersebut," kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.
Namun, bila permasalahan tersebut sudah ditangani dengan baik oleh Kemendagri maka tidak diperlukan pembentukan Pansus.
"Menurut saya kalau sudah ditangani dengan baik oleh Mendagri maka tidak diperlukan Pansus, namun kalau tidak, kawan-kawan di DPR akan mendorong itu," ujarnya.
Bambang mengatakan persoalan KTP-E yang tercecer di beberapa tempat sudah menjadi perhatian Pimpinan DPR sehingga telah meminta Komisi II DPR untuk minta penjelasan Kemendagri sebagai mitra kerja komisi tersebut.
Kasus tersebut menjadi perhatian serius sehingga Pimpinan DPR juga telah meminta Komisi II DPR untuk memanggil pihak perusahaan pengadaan KTP-E agar kasus tersebut tidak dipolitisasi.
"Hal itu agar tidak dipolitisasi dan tidak dijadikan isu politik menjelang Pemilu 2019 dan kami juga mendorong sistem pemilu kita harus menggunakan sistem `e-voting`," katanya.
Politikus Partai Golkar itu menilai "e-voting" agar duplikasi KTP-E bisa terhindari karena dalam sistem kalau input data dilakukan ganda maka akan tertolak secara otomatis.
Komisi II DPR pun menyambut baik wacana dibentuknya Pansus terkait kasus KTP elektronik yang tercecer di beberapa tempat.
Oleh karena itu, menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria, usulan pembentukan Pansus tersebut akan dipertimbangkan dengan baik karena masalah tersebut terus terjadi berulang kali.
"Ya, wacana pembentukan Pansus disampaikan Ketua DPR, tentu Pimpinan DPR lebih memahami, lebih mengerti. Kami mengapresiasi niat dan maksud baik Ketua DPR untuk dibentuknya Pansus KTP-elektronik ini," kata Riza di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/12).
Di internal Komisi II DPR pun belum dirapatkan terkait wacana pembentukan Pansus KTP-E tersebut namun akan dibahas secara khusus.
Ide pembentukan Pansus KTP elektronik dari Ketua DPR dan disambut baik Wakil Presiden Jusuf Kalla, perlu dipertimbangkan dengan baik.
"Segera dalam pekan ini Komisi II DPR akan mengundang Kementerian Dalam Negeri, mudah-mudahan bisa bertemu," ujarnya.
Pemerintah Berhati-hati
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai pembentukan Pansus DPR itu memberikan kesempatan kepada pemerintah yang mengurus KTP elektronik lebih hati-hati dalam menjalankan tugasnya.
"Kalau DPR memang ingin tahu secara pasti, tentu DPR mengadakan penelitian, mengadakan pansus KTP elektronik, silakan. Sehingga masyarakat, petugas atau juga aparat negara lebih hati-hati. kalau mau silakan, ya silakan, itu penting," ujar Wapres, di Istana Wakil Presiden RI, Selasa (11/12).
Ia berpendapat tercecernya data identitas resmi seorang warga negara sangat berbahaya, baik secara ekonomi maupun politik.
"Karena dengan KTP, apakah itu KTP asli tapi apa itu tidak sah, itu juga bisa membahayakan, apa itu membahayakan demokrasi atau membahayakan ekonomi karena bisa dipakai orang bikin rekening bank, untuk nipu-nipu orang, bisa terjadi. Jadi KTP, ID itu harus hati-hati," tuturnya.
Jangan Terburu-buru
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Khrisna Hasibuan meminta jangan terlalu buru-buru DPR membentuk Pansus terkait kasus banyaknya KTP elektronik yang tercecer di beberapa daerah.
"Wacana pembentukan Pansus KTP-E tidak terlalu penting karena itu kita harus mendengarkan penjelasan dan investigasi yang dilakukan Kepolisian," kata Bara di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/12).
Dia menilai terlalu jauh ketika persoalan KTP-E tercecer lalu dibentuk Pansus karena belum diketahui permasalahan sebenarnya dalam kasus tersebut.
Oleh karena itu, disarankan agar menunggu hasil investigasi pihak Kepolisian dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sehingga diketahui permasalahan sebenarnya.
Kita tunggu hasilnya setelah DPR reses. DPR akan memanggil pihak-pihak terkait, seperti Kepolisian dan Kemendagri untuk memberikan penjelasan.*
Baca juga: Bone Bolango musnahkan 2.078 KTP-el
Baca juga: Tercecernya KTP elektronik timbulkan kekhawatiran kecurangan Pemilu
Baca juga: Komisi II DPR sambut baik wacana Pansus KTP elektronik
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018