Atambua, Nusa Tenggara Timur, 13/12 (Antara) - Di Dusun Rotiklot, Desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, yang panas siangnya terik, mantan pengungsi Timor Timur Jose Soares II (56) menghuni sepetak rumah bersama istri dan empat anaknya.

Sebelum pindah ke kampung Rotiklot, Soares menghuni kamp Lakafehan di pinggiran Atambua selama setahun dari 1999, ketika Timor Timur resmi memisahkan diri dari Indonesia.

"Saya lebih memilih Indonesia," kata pria separuh baya itu di Rotiklot, Kamis.

Di Rotiklot, Soares bertani palawija untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Usaha taninya selama ini tidaklah mudah, karena hujan utamanya hanya turun tiga bulan pada Desember, Januari, dan Februari di Atambua.

Dengan kondisi yang demikian, Soares dan warga Rotiklot lainnya hanya bisa menanam serta panen palawija dan padi sekali dalam setahun.

"Musim hujan hanya akhir tahun (Desember), Januari dan Februari, setelah itu kekurangan air karena musim kemarau selama sembilan bulan," kata Soares.

Hujan yang tak lama turun juga membuat warga Rotiklot sering kali kekurangan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga harus membeli air sampai 3.300 liter dengan harga Rp250.000.

Dan saat hujan kemudian turun, wilayah itu kerap kebanjiran luapan air sungai karena sistem saluran airnya belum bagus.

Mantan pengungsi Timor Timur Jose Soares II (56) yang tinggal di Dusun Rotiklot, Desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Kamis (13/12/2018). Saat ini 125 keluarga di desa itu bisa menikmati pasokan air dari Bendungan Rotiklot untuk memenuhi kebutuhan harian dan kegiatan pertanian. (ANTARA News/Taufik Ridwan).

Mengandalkan hujan

Menurut Kepala Dusun Rotiklot RT16/17 RW 08 Pius Mau mengatakan wilayah kerjanya menjadi tempat tinggal 125 keluarga yang terdiri atas 450 orang.

"Eks pengungsi Timtim terdapat 55 kepala keluarga atau 167 jiwa yang menempati RT17/RW 08," katanya.

Mayoritas warga Rotiklot adalah petani yang hanya mengandalkan lahan tadah hujan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Selama ini, kami hanya mengandalkan air hujan untuk sawah. Kalau hujannya mencukupi, ada hasilnya. Tapi kalau hujannya kurang, hasilnya nol," ujar Pius.

Pius menuturkan bahwa warganya sering menghadapi kekecewaan dengan hasil panen hanya 30 sampai 40 persen dari target ketika musim hujan, dan bahkan 0-10 persen saat musim kemarau panjang sembilan bulan.

Warga yang selama bertahun-tahun menghadapi kesulitan di Rotiklot dan sekitarnya mengharapkan bantuan pemerintah untuk mengatasi masalah mereka.

Harapan mereka kemudian terwujud dengan dibangunnya Bendungan Rotiklot dari April 2016 sampai Juni 2018.

"Sekarang kami bersyukur karena ada Bendungan Rotiklot, saya rasa banjir dan longsor tidak akan terjadi. Ini keuntungan kami," tutur Pius.

Bendungan Rotiklot, menurut dia, merupakan mimpi yang menjadi kenyataan bagi warganya.

Warga berharap bendungan itu bisa menyelesaikan masalah air mereka: memenuhi kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari dan pertanian selama musim kemarau, dan menjadi pencegah banjir saat musim hujan.

Dengan keberadaan bendungan itu, warga Malaka dan Rotiklot juga bisa menghindari risiko menghirup gas beracun saat mencari air di sumur dalam.

Setelah ada Bendungan Rotiklot, Pius sudah bisa menemukan air setelah menggali sumur "hanya" sedalam 32 meter di halaman rumahnya.

"Ada dua titik sumur yang dibor, masyarakat juga mengambil air dari sana. Mesin dari pemerintah, kami pinjam," kata Pius.

Bendungan Serbaguna

Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan II Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Rofinus Mbani menjelaskan pembangunan Bendungan Rotiklot menghabiskan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) senilai Rp496,97 miliar.

Bendungan dengan 24,91 hektare luas genangan, tampungan total 3,30 juta meter kubik, dan tampungan efektif 2,33 juta meter kubik itu dibangun di lahan basah seluas 500 hektare milik pemerintah provinsi yang diserahkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Pembangunannya dilaksanakan oleh Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Direktorat Jenderal Sumber Daya Air bersama PT Nindya Karya (Persero) dan PT Universal Suryaprima.

Di luar tenaga ahli, Rofinus menyebutkan, pengerjaan bendungan melibatkan tenaga kerja lokal termasuk kepala dusun dan mantan pengungsi Timtim yang berada di sekitar daerah proyek.

Kini, menurut Rofinus, bendungan tersebut membawa manfaat bagi irigasi lahan pertanian padi seluas 139 hektare dan 500 hektare lahan palawija dengan total debit air 3,30 juta meter kubik.

Bendungan juga menjadi sumber pemenuhan kebutuhan air baku warga dan sumber pasokan air ke Pelabuhan Atapupu Belu.

Selanjutnya Bendungan Rotiklot ditargetkan bisa menjadi daya tarik wisata dan membawa peningkatan kesejahteraan bagi warga sekitarnya.

Baca juga: Presiden akan resmikan lagi Bendungan Rotiklot


Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018