Jakarta (ANTARA News) - Indonesia harus menggunakan daya tekan seperti penundaan perjanjian perdagangan maupun penolakan berbagai bantuan agar Australia tidak jadi memindahkan kedutaan ke Yerusalem.

"Gunakan daya tekan yang dimiliki Indonesia terhadap Australia, misalnya perjanjian perdagangan yang sedang dinegosiasikan tidak akan ditandatangani oleh Indonesia," ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana di Jakarta, Rabu.

Indonesia dan Australia memiliki Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komperhensif Indonesia-Australia(IA-CEPA) senilai US$11,4 miliar (Rp17,3 triliun).

Namun, penandatanganan perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Australia kembali ditunda karena rencana pemindahan Kedutaan Australia ke Yerusalem.

"Bahkan Indonesia bisa menolak berbagai bantuan dan asistensi dari Australia," ujar Hikmahanto.

Kemudian, lanjut dia, Indonesia bisa menyampaikan akan adanya gangguan hubungan antar kedua negara mengingat publik Indonesia akan mendesak pemerintah utk melakukan sesuatu.

"Bahkan kedutaan besar Australia dan hal-hal yang berbau Australia akan menjadi target untuk didemo oleh publik di Indonesia," kata dia.

Sebelumnya, pemerintah Australia, Selasa (11/12), menggelar sidang kabinet untuk membahas apakah pihaknya akan memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem di Israel, kata dua sumber yang mengetahui pembicaraan itu.

Jika terjadi, keputusan untuk memindahkan kedutaan besar Australia ke Yerusalem itu akan menjadi perubahan kebijakan yang sebelumnya dianut Australia selama beberapa dasawarsa.

Pemindahan kedutaan ke Yerusalem juga bisa membuat marah negara-negara tetangganya di Asia. "Kabinet bertemu hari ini dan masalah pemindahan kedutaan (Australia di) Israel dibicarakan. Keputusan masih belum diambil," kata salah satu sumber.

Para sumber tidak mau disebutkan jati dirinya dengan alasan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan untuk berbicara kepada media.

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, Oktober, mengatakan ia "terbuka" untuk memindahkan kedutaan ke Yerusalem, mengikuti langkah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018