Jakarta (ANTARA News) - Salah satu gangguan yang kerap pilot alami saat penerbangan adalah disorientasi arah dan inilah penyebab tersering kecelakaan pesawat terjadi, menurut spesialis kedokteran penerbangan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan Indonesia (Perdospi), Dr.dr. Wawan Mulyawan, SpBS (K), SpKP.
Untuk mengatasi masalah disorientasi, saat ini terdapat teknologi tercanggih yang bisa pilot manfaatkan, yakni perlengkapan Advance Orientation Trainer (AOT). Alat ini berfungsi untuk melatih penerbang dalam mengantisipasi kondisi kejadian luar biasa yang dialami saat terbang.
"AOT sama dengan basic hanya dia advanced tetapi ada tambahan situasi, misalnya saat cuaca buruk. Pilot bisa waspada hal-hal semacam itu," ujar Kepala Lakespra Saryanto, Marsekal Pertama TNI dr Krismono Irwanto, MH Kes di Jakarta, Rabu.
Sejumlah kondisi darutat yang umum dialami pilot antara lain gangguan penglihatan, gangguan pada reseptornya dan pada vestibularnya.
"Melatih orang yang dalam keadaan tertentu kan gelap dia mengalami disorientasi. Kalau dia mengalami itu dia harus percaya instrumen. Kadang dia takut," tutur Krismono.
Dalam kesempatan itu, Kepala seksi pendidikan, pelatihan dan pengembangan Lakespra Saryanto, Wardaya mengatakan, hampir tidak ada pilot yang kebal pada disorientasi arah.
Dia wajib terus mengasah kemampuan dalam orientasi arah dan ketinggian sehingga tidak hanya sepenuhnya mengandalkan pada peralatan apabila terjadi hal darurat.
"Tidak ada pilot yang kebal disorientasi. Di atas ketinggian 5000 km dpl, awan gelap. Disorientasi itu bisa visual (pandangan), vestibular (telinga) dan reseptor. Kalau seorang pilot mau landing terlihat run away kecil itu disorientasi visual," kata dia.
AOT satu-satunya di Indonesia tersedia di Lakespra Saryanto. Alat ini baru didatangkan dari Austria pada awal 2017 lalu. Tak cuma pilot berlatar belakang militer, pilot sipil juga bisa memanfaatkan alat ini untuk berlatih.
Baca juga: Gangguan tubuh yang harus diwaspadai saat naik pesawat
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018