Banda Aceh (ANTARA News) - Kondisi perempuan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih memprihatinkan pascakonflik bersenjata dan bencana tsunami, 26 Desember 2004, meski secara kuantitas kaum hawa lebih banyak dari laki-laki di wilayah tersebut. "Keprihatinan itu dapat kita lihat dari rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang diperoleh kaum perempuan Aceh," kata Ketua Badan Kontak Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi NAD, Naimah Hasan, di Banda Aceh, Selasa. Saat berdialog dengan Panitia khusus (Pansus) XII DPR Aceh, dia menjelaskan untuk memperbaiki nasib perempuan Aceh di masa mendatang maka hanya bisa dilakukan dengan kesungguhan Pemerintah melalui penguatan kelembagaan yang mengurus masalah perempuan. "Artinya, Pemerintah perlu membentuk sebuah lembaga yang kuat seperti Badan Pemberdayaan Perempuan (PP) sehingga semua permasalahan yang dihadapi wanita untuk memperbaiki dirinya bisa teratasi," tambahnya. Naimah Hasan yang juga mewakili sejumlah organisasi dan aktivis perempuan Aceh mendesak pihak legislatif dan eksekutif untuk lebih intens memperjuangkan nasib perempuan Aceh. "Kalau selama ini pemerintah telah membentuk sebuah Biro Pemberdayaan Perempuan (PP) maka kami berharap ke depan dapat ditingkatkan sehingga wewenang bisa diberikan lebih luas untuk mengurus masalah perempuan dan anak-anak," katanya. Ia juga menilai selama ini rendah perhatian semua pihak terhadap pemberdayaan kaum perempuan. "Hal itu dapat kita lihat dari alokasi anggaran (APBD) hanya satu persen untuk pemberdayaan perempuan di Biro PP Sekretariat Provinsi NAD," kata dia. Selain itu, Naimah menjelaskan, persoalan-persoalan yang menyangkut dengan anak juga kurang tertangani dengan baik. "Berbagai persoalan kemasyarakatan termasuk anak tidak tertangani dengan baik karena tidak adanya kelembagaan yang kuat dalam struktur Pemerintahan Aceh. Seharusnya, itu bukan lagi Biro PP tetapi harus menjadi Badan PP," tambahnya. Ketua Pansus XII DPR Aceh, Teuku Bustami Puteh, menyatakan pihaknya mendukung sepenuhnya usulan dari komunitas perempuan Aceh untuk peningkatan status Biro menjadi Badan PP dan Perlindungan Anak. "Tetapi yang perlu diprogramkan ke depan agar program kerja dari lembaga tersebut harus menyentuh masyarakat pedesaan bukan hanya membuat acara-acara yang sifatnya serimonial dengan pesertanya hanya ibu pejabat," kata anggota Pansus XII, T Iskandar.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007