Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menjanjikan dana abadi Rp5 triliun dalam lima tahun untuk mendukung aktivitas kebudayaan, kata budayawan Goenawan Mohammad usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo bersama sekitar 30 budayawan dan seniman lain di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Selasa.
"Saya hanya melanjutkan kongres kebudayaan, yaitu perlunya diadakan dana abadi kebudayaan, dan Pak Jokowi mengatakan iya dan dimulai tahun depan Rp5 triliun, lima tahun pertama," katanya.
"Jumlah Rp5 triliun itu harus ada hitungannya, tapi jauh lebih baik dari pada tidak ada, sebenarnya ada anggaran dari Kemendikbud tambahan Rp300 miliar. Sekarang on top itu ada Rp5 triliun," ia menambahkan.
Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung berbagai aktivitas kebudayaan, termasuk pertunjukan seni dan budaya.
"Dalam sejarah republik indonesia ini pertama kali, jadi Pak Jokowi membangun membuat sejarah. Festival tari internasional yang sekian tahun itu tiap tahun dulu mengemis-ngemis dan tidak dapat, jadi Putu Wijaya bertahun-tahun kalau dia mentas dapat dari mana dia? Dia mentas minta sini, minta sana, nah ini tidak boleh lagi sebab mutu akan menurun," ungkap Goenawan.
Goenawan menekankan bahwa pemerintah memang berkewajiban memajukan kebudayaan.
"Banyak karya kesenian itu harus diangkat, diperlakukan sebagai laboratorium, misalnya puisi, siapa yang baca puisi? Sedikit, tapi di seluruh dunia begitu, di AS itu penyair jualan bukunya di pinggir jalan. Kalau mau hidup ya diadopsi oleh universitas, nah tapi kan puisi penting sebagai laboratorium untuk pengembangan pikiran, kreativitas dan bahasa," jelas Goenawan.
Pertemuan pada budayawan dengan Presiden dilakukan menyusul penyerahan naskah Strategi Kebudayaan hasil Kongres Kebudayaan Indonesia 9 Desember 2018 kepada Presiden.
Presiden dalam pertemuan dengan para budayawan didampingi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Sekretariat Negara Pratikno, dan Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid.
Budayawan dan seniman yang menemui Presiden meliputi Mansyur (penyair), abah Asep Nugraha (pegiat tradisi Kesepuhan), Abduh Aziz (produser film berbasis budaya), Aekanu Haryono (pegiat suku Osing), Agus Nur Amal (praktisi seni pertunjukan), Alex Sihar (praktisi film), Andi Malewa (budayawan musik), Andri Hernandi (presidium Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia), dan Arief Yudi (penggerak komunitas).
Selanjutnya ada Bonnie Triyana (sejarawan), Butet Manurung (penggerak Sekolah Rimba), Dolorosa Sinaga (perupa patung), Edi Sedyawati (budayawan), Eni Aras (pegiat permainan rakyat), Fafa Utami (penggerak festival) Franki Raden (budayawan musik tradisional), Gilang Ramadhan (musisi), Goenawan Mohamad (penyair), Hasan Asphani (penyair), Irawan Karseno (pelukis), dan Ismijono (tim restorasi Borobudur).
Hadir pula Jaya Suprana (musikus), Kang Sutarya (dayang wayang golek), Linda Hoemar (penggerak organisasi budaya), Marintah Sirait (perupa), Mouly Surya (sutradara film), Nirwan Arsuka (penggerak literasi budaya), Niki Ria Azizman (ketua sobat budaya), Nungki Kusumastuti (penari), Nyak Ina Raseuki (etnomusikolog), Nyoman Nuarta (perupa), Rence Alfons (seniman pertunjukkan), Sinta Ridwan (filolog), Suparmin Sunjoyo (Ketua Senwangi), Syaiful Amri (Budaywan Betawi), Tita Djumaryo (pendiri Mari Berbagi Seni), Wayan Kun Adnyana (budayawan), dan Martin Suryajaya.
Baca juga: Pemerintah akan bentuk dana perwalian untuk kebudayaan
Baca juga: Strategi Kebudayaan telah diserahkan kepada Presiden
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018