Setelah dibahas di Pasal 48 sampai 51, dengan tegas menyatakan BPH Migas tetap dipertahankan, bahkan ada penguatan-penguatan

Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan keberadaan lembaganya masih dipertahankan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas terbaru.

Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa di Kantor BPH Migas, Jakarta, Selasa, mengatakan posisi BPH Migas diperkuat dalam Pasal 48 sampai Pasal 51 RUU Migas.

Sebelumnya, dalam draf awal RUU Migas, posisi BPH Migas akan dilebur dengan Badan Usaha Khusus (BUK) Migas dan keberadaan lembaga itu tidak diatur di dalam regulasi tersebut.

"Setelah dibahas di Pasal 48 sampai 51, dengan tegas menyatakan BPH Migas tetap dipertahankan, bahkan ada penguatan-penguatan," kata Fanshurullah atau akrab disapa Ifan.

Ifan mengapresiasi Komisi VII DPR RI yang telah mempertahankan BPH Migas ke dalam RUU yang saat ini sudah disampaikan dalam rapat paripurna oleh Badan Legislatif DPR.

Menurut dia, dalam RUU Migas yang nantinya akan menggantikan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan hilirisasi migas harus menjadi nilai tambah untuk kepentingan nasional.

"Era ke depan adalah bagaimana ada nilai tambah untuk hilirisasi, untuk kepentingan nasional. Perlu ada penataan yang baik dari regulator dan operator," kata Ifan.

Berdasarkan draf RUU Migas terbaru, pada Pasal 48 disebutkan bahwa BPH Migas bertugas mengatur ketersediaan dan distribusi BBM, cadangan BBM nasional, pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan BBM.

Kemudian juga diatur soal tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa, harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, pengusahaan transmisi serta distribusi gas.

Poin lainnya dalam RUU Migas, yakni BPH Migas akan dilibatkan terkait penetapan kuota impor BBM yang tertuang dalam Pasal 48.

Baca juga: BPH Migas antisipasi puncak konsumsi BBM Natal-Tahun Baru

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018