Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Humas sekaligus Hakim pada PN Jakarta Selatan Achmad Guntur dalam penyidikan kasus suap terkait putusan perkara perdata di PN Jakarta Selatan Tahun 2018.

Guntur telah tiba di gedung KPK Jakarta sekitar pukul 09.30 WIB. Guntur dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka hakim IW (Iswahyu Widodo).

"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur sebagai saksi untuk tersangka IW," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Selain Guntur, KPK juga memanggil lima saksi lainnya untuk tersangka Iswahyu antara lain panitera pengganti pada PN Jakarta Selatan Matius, staf keuangan PN Jakarta Selatan Yulhendra serta tiga orang dari pihak swasta masing-masing Isrullah Achmad, Resa Indrawan Samir, dan Thomas Azali.

Dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Selasa (27/11), KPK menetapkan dua hakim yaitu Iswahyu Widodo dan Irwan sebagai tersangka penerima suap bersama panitera Muhammad Ramadhan karena diduga menerima suap sekira Rp650 juta dalam bentuk 47 ribu dolar Singapura (sekira Rp500 juta) dan Rp150 juta dari advokat Arif Fitrawan (AF) dan seorang pihak swasta Martin P Silitonga (MPS).

Pemberian suap dalam perkara ini terkait dengan penanganan perkara Nomor 262/Pid.G/2018/PN Jaksel dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen dan turut tergugat PT. Asia Pacific Mining Resources (APMR) dan Thomas Azali agar majelis Hakim membatalkan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Perkara perdata tersebut didaftarkan di PN Jaksel pada 26 Maret 2018 dengan nomor perkara 262/Pid.G/2018/PN Jaksel dengan para pihak yaitu penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen turut terguat PT APMR dan Thomas Azali.

Gugatan tersebut adalah gugatan perdata pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR.

Selama proses persidangan, diindikasikan pihak penggugat melakukan komunikasi dengan Muhammad Ramadhan selaku panitera pengganti PN Jaktim sebagai pihak yang diduga sebagai perantara terhadap majelis hakim yang menangani perkara di PN Jakarta Selatan.

Diduga terjadi aliran dana yaitu pada 22 November 2018 terjadi transaksi transfer dari Martin P Silitonga ke rekening Mandiri atas nama Arif Fitrawan sebesar Rp500 juta. Selanjutnya pada 27 November 2018 Arif Fitrawan melakukan penarikan sebesar total Rp500 juta di 3 kantor cabang Mandiri.

Pada 27 November 2018, Arif menukar uang Rp500 juta tersebut ke dalam mata uang dolar Singapura sebesar 47 ribu dolar Singapura. Arif pada hari yang sama lalu menitipkan uang sebesar 47 ribu dolar Singapura tersebut ke Muhammad Ramadhan untuk diserahkan kepada majelis hakim yang diberikan di rumah Muhammad Ramadhan.

Sebelumnya majelis hakim telah menerima uang sebesar Rp150 juta dari Arif melalui Ramadhan untuk mempengaruhi putusan sela agar tidak diputus NO yang dibacakan pada bulan Agustus 2018 dan disepakati akan menerima lagi sebesar Rp 500 juta untuk putusan akhir.

NO maksudnya adalah agar gugatan tidak bisa diterima, sehingga penggugat ingin agar gugatan tetap dilanjutkan sampai pemeriksaan pokok karena gugatan yang sama sudah diajukan di Makassar dan diputus NO, maka penggugat pun mengajukan gugatan ke PN Jaksel dan berharap agar gugatan masuk ke pokok perkara.

Putusan itu sendiri akan dibacakan pada 29 November 2018.

Dalam komunikasi yang terekam tim penyidik KPK, teridentifikasi kode yang dilakukan adalah "ngopi" yang dalam percakapan disampaikan "Bagaimana, jadi ngopi ga?"

Dugaan realiasasi komitmen fee sendiri beragam yaitu komitmen fee antara Arif Fitrawan dengan pihak swasta adalah Rp2 miliar, komitmen fee antara Arif Fitrawan dengan Muhammad Ramadhan turun menjadi Rp950 juta

Realisasi dari Muhammad Ramadhan ke hakim menjadi Rp150 juta dan 47 ribu dolar Singapura.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018