Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah studi mengungkapkan bahwa melakukan aktivitas olahraga atau fisik selama 30 menit sehari bisa mengurangi resiko terkena penyakit kardiovaskular.

Penyakit yang berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah itu menjadi penyebab utama kematian di dunia dengan angka 9,48 juta orang pada 2016.

Tapi olahraga saja tidak cukup. "Dalam menjaga kesehatan jantung itu tidak hanya satu sisi saja, tak hanya dengan berolahraga," ungkap Esti Nurjadin, ketua umum Yayasan Jantung Indonesia ketika ditemui di Jakarta, Kamis (29/11).

Paling tidak ada lima faktor yang bisa menjadi pedoman tentang bagaimana merawat kesehatan jantung sejak dini. Yayasan Jantung Indonesia menyebutnya sebagai panca usaha sehat.

"Seimbangkan gizi, Enyahkan rokok, Hadapi stress, Atasi tekanan darah, dan Teratur berolahraga," kata Esti.

Pelopor gaya hidup sehat yang berdiri sejak 1974 itu dulunya terkenal sebagai lembaga yang menangani lansia yang sudah maupun yang belum terkena penyakit jantung.

Kini di bawah kepemimpinan Esti, YJI ingin merubah paradigma lama mereka yaitu dari lansia ke mempromosikan gaya hidup sehat sejak usia dini.

Hal itu bukan lah tanpa alasan mengingat menerapkan pola hidup sehat di 50 tahun ke atas adalah bisa dibilang sudah terlambat. "Paling baik adalah masuk ke usia sedini mungkin, mungkin generasi milenial dan di bawahnya," kata Esti.

Untuk pertama kalinya pula tahun ini Yayasan Jantung Indonesia terlibat dengan federasi olahraga untuk mempromosikan gaya hidup sehat, dimulai dari PB PRSI yang pada awal Desember menggelar Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka IOAC 2018.

YJI memberikan jasa pemeriksaan kesehatan gratis, seperti tes gula darah, tekanan darah, dan kolesterol, bagi para peserta nomor renang master, yang terdiri dari masyarakat umum.

"Mungkin dari situ kami bisa berikan kesadaran kepada masyarakat umum tentang pentingnya menjaga kesehatan jantung dan kardiovaskuler," ungkap Esti.

Kejuaraan akuatik itu tidak hanya diikuti oleh masyarakat umum, tapi juga atlet dari daerah, nasional dan sebagian dari luar negeri.

Baca juga: IOAC 2018 ajang pencarian bakat perenang nasional

Kebetulan olahraga renang juga dianggap sangat aman bagi masyarakat terutama bagi mereka yang pernah terkena penyakit jantung, kata Esti.

Seorang atlet, yang notabene rutin melakukan kegiatan fisik, pun bisa memiliki resiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular jika tidak menjalani gaya hidup sehat.

"Karena mungkin yang mereka pikirkan hanya satu sisi, hanya olahraganya saja yang mereka lihat tapi mereka tidak pernah melihat apakah makannya, gizinya bagus, apakah masih merokok, atau apakah punya stress tertentu," kata Esti.

Bisa juga karena mereka sudah merasa sehat dengan rajin berolahraga tapi sebenarnya mereka memiliki kelainan. Jadi harus sekali-kali perlu memeriksakan ke dokter, kata Esti.

Jadi idealnya kapan harus memeriksakan kesehatan jantung ke dokter?

Esti mengungkapkan bahwa jika memang seseorang tidak ada faktor resiko seperti keturunan dan berat badan berlebih, mungkin di usia 30 harus sudah mulai memeriksakan diri ke dokter. Lebih dini pun lebih baik, jadi bisa ketahuan sebenarnya kondisi badan dia seperti apa.

"Kalau berat badannya berlebihan sebaiknya sudah harus mulai memeriksakan diri," kata Esti.

Atlet maupun masyarakat umum yang melakoni olahraga kompetitif pun sebaiknya memeriksakan keadaan jantungnya sekali-kali.

"Karena ada juga kasus atlet yang sedang berolahraga meninggal mendadak," kata Esti.

Kalau seseorang memiliki tingkat kolesterol tinggi dan sering pegal-pegal di pundak itu salah satu gejala penyakit jantung. Ketika badan pegal berat terkadang orang berpikir hanya perlu pijat.

"Kita tidak menganggap hal itu serius, sebenarnya ada sinyal-sinyal, salah satunya kolesterol dan darah tinggi," kata Esti.

Ilustrasi stres, marah. (Pixabay/Robin Higgins)

Kemudian ketika orang mengalami stress atau sedang marah-marah di kantor, tekanan darahnya pasti tinggi.

Jika tekanan darah tetap tinggi di luar pekerjaan setelah dicek beberapa kali, maka sebaiknya diperiksakan ke dokter.

Belum lagi mereka yang melampiaskan stress dengan merokok. Selain berbahaya untuk kesehatan paru-paru, merokok juga dapat meningkatkan resiko darah tinggi dan penyakit jantung.

Nikotin yang terkandung di dalam rokok adalah penyebabnya. Kandungan kimia yang terdapat dalam daun tembakau itu bersifat adiktif.

Ketika tembakau dibakar, nikotin terserap ke dalam paru-paru dan bisa memasuki aliran darah hingga ke otak, meningkatkan tekanan darah dan detak jantung, menyempitkan pembuluh darah dan membuat darah lebih mungkin untuk membeku.

Resiko tekanan jantung pun lebih tinggi bagi mereka yang merokok.

Kawasan Bebas Rokok (ANTARA News/Handry Musa/2016)

Saat ini, menurut Kementerian Kesehatan, penyakit jantung menjadi penyebab kematian nomor satu di Indonesia.

Ada anggapan bahwa pria lebih beresiko terkena penyakit jantung dibandingkan wanita. Akan tetapi yang paling rentan terkena penyakit jantung adalah wanita yang sudah memasuki masa menopause, ungkap Esti.

Wanita yang sudah berhenti siklus menstruasinya mengalami penurunan produksi hormon estogren yang selama ini bersifat melindungi jantung.

Penurunan hormon estrogen juga menyebabkan sulitnya menyeimbangkan kadar kolesterol. Tingginya kolesterol bisa menyebabkan penyumbatan pembuluh darah sehingga meningkatkan resiko serangan jantung.

"Kami bukan menyuruh ke dokter sebulan sekali, tapi paling tidak sudah punya angka barometer, oh saya di sini, jadi kalau tahun depan saya ukur apakah lebih tinggi lagi," kata Esti.

Ilustrasi seseorang berolahraga (Shutterstock)

Menjaga kesehatan dengan berolahraga juga memiliki peran penting untuk kesehatan jantung.

Pada dasarnya semua olahraga itu baik untuk kesehatan, namun bagi mereka yang sudah pernah terkena penyakit jantung, Esti menyarankan untuk melakukan olahraga yang aman bagi jantung.

"Sebenarnya paling aman adalah jalan, lalu bersepeda dan renang. Pokoknya yang sifatnya endurance, konstant. Tidak seperti badminton, tenis atau sepakbola yang ada lari, ada berhenti, itu membuat jantung tidak baik," kata Esti.

Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018