Jakarta (ANTARA News) - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto mengatakan bahwa kasus pemanggilan wartawan majalah "Tempo" Metta Dharmasaputra tidak bermuatan politik sehingga tak perlu dipolitisir. Ia mengatakan penyidik memanggil Metta karena diduga pernah berhubungan dengan terpidana 11 tahun Vencentius Amin Santoso yang pernah kabur ke Singapura. "Pemanggilan itu wewenang penyidik. Tidak ada masalah politik," katanya menegaskan. Menurut dia, penyidik dalam bekerja bersifat independen dan tidak perlu menunggu perintah dari Kapolri. "Penyidik tidak perlu diperintah Kapolri untuk menangani perkara," katanya. Dengan begitu, penyadapan telepon dalam mengungkap pelarian Vincent juga tidak perlu mendapatkan perintah dari Kapolri. Sisno menegaskan bahwa polisi tidak pernah menyadap Metta dalam menjalankan tugas sebagai jurnalis tetapi yang dilakukan adalah menyadap telepon seorang penjahat. Dalam penyadapan itu, polisi menemukan adanya hubungan antara orang yang dicari dengan Metta sehingga wartawan ini dimintai keterangan untuk menjelaskan ada hubungan apa dengan buronan itu. "Buat apa polisi menyadap wartawan. Itu juga bukan kepentingan polisi kok," katanya. Sementara itu, Metta Dharmasaputra, wartawan senior "Tempo" menolak menanggapi soal materi-materi SMS antara dirinya dengan pihak Vincent yang selama ini beredar di masyarakat. "Saya tidak mau bicara detail kepada pihak lain yang mendapat salinan SMS secara tidak transparan," katanya ketika ditanya soal SMS di antaranya mengenai imbalan Rp70 juta dan apa yang dimaksud dengan "saweran keluarga" dalam SMS yang tersebar luas itu. Ia meminta agar Polda Metro Jaya untuk mengusut kasus beredarnya transkrip SMS itu ke publik. Sebelum mendatangi Polda Metro Jaya, Senin (27/9), Metta juga sempat memberikan klarifikasi tertulis yang dibagikan kepada wartawan bahwa keberangkatannya ke Singapura atas penugasan resmi dari kantor untuk menjalankan tugas jurnalistik. Metta mengaku menemui Vincentius di Singapura pada tanggal 28 sampai 30 Nopember 2006 untuk melakukan investigasi dugaan manipulasi pajak oleh Asian Agri. Vincent melarikan diri ke Singapura setelah membobol uang perusahaan sekitar Rp28 miliar. Selain itu, Metta juga membantah telah melakukan kampanye gelap untuk menyerang kelompok usaha Asian Agri Groups. Melanggar Kode Etik Pakar ilmu jurnalistik Dr. Tjipta Lesmana MA menyatakan jika benar wartawan Tempo Metta Dharmasaputra memfasilitasi bantuan terhadap tersangka buronan yang menjadi narasumbernya, jelas melanggar kode etik jurnalistik. "Supaya beritanya objektif dan netral, wartawan harus menjaga jarak dengan narasumbernya," kata Ketua Pasca Sarjana Bidang Komunikasi Universitas Pelita Harapan itu sambil mengutip prinsip dasar netralitas wartawan bahwa journalist should not make friend or enemy (wartawan tidak boleh mencari teman atau musuh)". Dalam klarifikasi tertulisnya yang dibagikan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Metta menyampaikan bahwa sejak awal dia hanya membantu mencari perlindungan hukum bagi Vincent, isteri dan ketiga anaknya dengan menghubungi sejumlah pihak. Selain sebagai sumber berita yang patut dilindungi, Vincent adalah "whistle blower" yang bisa membantu upaya untuk menyelamatkan uang negara. "Keterlibatan seseorang membiayai kuasa hukum Vincent didorong oleh rasa kemanusiaan dan kepentingan negara. Dalam print-out SMS saya yang telah beredar luas, salah satunya berbunyi `sepanjang ada manfaat buat negara, (orang itu) akan coba support." Menanggapi itu, Tjipta Lesmana mengatakan tindakan wartawan yang terlibat jauh dengan narasumber sebagai melanggar prinsip dasar dari jurnalisme. "Sepengetahuan saya, Goenawan Moehamad (pendiri Tempo) juga selalu menekankan pentingnya menjaga jarak ini," katanya. Wartawan yang sudah menjalin hubungan khusus dengan narasumbernya, lanjut Tjipta Lesmana, bisa terancam netralitasnya karena bisa berpihak. "Itu sebabnya tidak diperbolehkan," ujarnya. Dulu, katanya, tokoh-tokoh pers selalu berteriak agar jangan terlalu dekat dengan pemerintah. "Kalau dengan pemerintah saja perlu menjaga jarak, apalagi dengan buronan," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007