"Revolusi industri tidak bisa disamaratakan semuanya, kebutuhannya akan berbeda-beda tingkatannya. Tetapi kita harus mempersiapkan suatu persiapan menghadapi (revolusi) itu," kata Wapres Jusuf Kalla saat menghadiri diskusi CEO Forum: Embracing Industry 4.0 di Hotel Ritz Carlton Pacific Place Jakarta, Senin.
JK menggunakan perbandingan antara Indonesia dan Jepang, dimana kondisi kebutuhan dan kesiapan masyarakat kedua negara tersebut berbeda dalam menghadapi revolusi industri.
Jepang, lanjut JK, saat ini mulai mempersiapkan masyarakatnya untuk menghadapi revolusi industri kelima; sedangkan di Indonesia, revolusi industri keempat pun belum sepenuhnya bisa diimplementasikan.
"Apakah Indonesia harus setara dengan Jepang? Jepang, dia punya penduduk makin tua, jadi memang tenaga kerjanya berkurang. Kita (Indonesia) sebaliknya, tenaga kerja yang muda makin banyak," jelasnya.
Revolusi industri 4.0 mengutamakan pada penggunaan mesin robotik dan otomasi dalam pengembangan industri di suatu negara, jelas Wapres. Sehingga, kondisi tersebut cocok diterapkan di negara dengan jumlah sumber daya manusia (SDM) usia produktif yang terbatas.
Sementara di Indonesia, lanjut JK, 40 persen petani masih ada yang menggunakan cangkul sebagai alat untuk memproduksi hasil pertanian. Oleh karena itu, bagi Indonesia, revolusi industri harus dibarengi dengan upaya peningkatan hasil produksi dengan kualitas baik.
"Kita harus bersama-sama perbaiki produktivitas dasar kita. Bukan hanya kita bicara revolusi robotik atau otomasi, karena ada hal-hal yang tidak bisa di-otomasi-kan; bidang pertanian itu contohnya," ujarnya.
Memasuki era revolusi industri 4.0 bukan berarti Indonesia telah lulus pada revolusi pertama, kedua dan ketiga. Namun, perubahan mendasar di bidang industri itu harus menjadi patokan bagi Pemerintah untuk mempersiapkan masyarakat yang melek teknologi, sehingga produksi dalam negeri Indonesia siap bersaing dengan asing.
Baca juga: Kepala Bappenas sebut revolusi industri 4.0 bisa bantu capai SDGs
Baca juga: CEO Forum sebut tiga hal penting untuk Revolusi Industri 4.0
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018