Pekanbaru (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi Riau menghentikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas, yang dalam penanganan tersebut telah menetapkan tujuh tersangka.
"Dihentikan karena niat jahat masuk jadi tindak pidana korupsi itu tidak bisa dibuktikan," kata Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau Subekhan di Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan penghentian penanganan perkara yang ditandai dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) tersebut setelah dilakukan proses evaluasi terhadap perkara yang telah menyeret 9 orang tersangka lainnya ke pengadilan.
Sembilan tersangka di antaranya telah dijebloskan ke sel tahanan. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau, Dwi Agus Sumarno, Yuliana J Bagaskoro selaku rekanan, dan dari pihak konsultan pengawas, Rinaldi Mugni.
Kemudian, Direktur PT Panca Mandiri Consultant, Reymon Yundra, dan seorang staf ahlinya Arri Arwin. Terakhir, Kusno yang merupakan Direktur PT Bumi Riau Lestari (BRL). Terhadap mereka, telah dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.
Selain itu, Ichwan Sunardi yang saat itu menjabat Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau, dan Hariyanto merupakan Sekretarisnya, serta Yusrizal adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Tiga nama terakhir kini tengah menjalani proses sidang.
Sementara itu, dari tujuh tersangka yang dipastikan akan tetap menghirup udara bebas setelah SP3 tersebut, dia mengatakan tiga diantaranya adalah anggota Tim Provisional Hand Over (PHO)/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Mereka dinilai tidak memiliki mens rea atau niat jahat melakukan rasuah dalam proyek yang dikerjakan tahun 2016 lalu.
"Panitia PHO, semuanya itu dihentikan. Dianya terbawa istilahnya, tapi bukan orang yang berniat jahat untuk melakukan korupsi," ujarnya.
Dia merincikan, bahwa Tim PHO itu terpaksa menerima hasil pekerjaan karena kala itu RTH telah diresmikan penggunaannya. Justru, peresmian dilakukan langsung oleh berbagai pejabat daerah dan petinggi lembaga KPK.
Akibatnya, saat itu mereka tanpa pikir panjang turut menandatangani hasil pekerjaan. "Sehingga mereka terbawa, istilahnya, bukan orang yang punya mens rea (niat jahat,red)," jelasnya.
Saat disinggung nama Tim PHO yang lolos dari jeratan hukum itu, Subekhan mengaku lupa. Namun, dia menuturkan ada lima orang yang bertindak sebagai Tim PHO.
"Tapi Tim PHO itu 5 orang. Satu sudah dihentikan dulu zaman Pak Sugeng (Sugeng Riyanta, Aspidsus Kejati Riau sebelumnya). Yang empat ini kita evaluasi kembali karena perbuatannya," imbuh Subekhan.
Dari informasi yang dihimpun, Tim PHO yang dihentikan perkaranya, di antaranya Adriansyah, Akrima ST, dan Silvia.
Tidak sampai di situ, penghentian penyidikan juga dilakukan terhadap tiga orang anggota Pokja. "Hasil evaluasi terakhir, desakan fakta persidangan dan fakta penyidikan juga, bahwa tiga orang selain dari pada yang dua (Ichwan Sunardi dan Hariyanto,red) itu, telah melaksanakan tugas sebagaimana mestinya," sebut Aspidsus.
Proyek RTH Tunjuk Agar Integritas dibangun pada tahun 2016 dengan anggaran Rp8 miliar. Dari anggaran itu, dialokasikan Rp450 juta untuk membangun Tugu Integritas. Tugu tersebut diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 lalu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau sebagainya simbol bangkitnya Riau melawan korupsi.
Dugaan korupsi itu ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran namun terhadap proses dari lelang hingga pembayaran. Dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbuatan melawan hukum. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan.
Kedua, ditemukan pula bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan namun tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas.
Pewarta: Fazar Oleh Anggi Romadhoni
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018