Benghazi (ANTARA News) - Libya menghentikan produksi di ladang terbesar minyaknya sesudah sejumlah warga suku dan penjaga keamanan negara menguasai sarana El Sharara, mengancam pekerja minyak, kata beberapa insinyur lapangan dan pengunjuk rasa pada Minggu (9/12).
Jika dipastikan perusahaan minyak negara NOC, penutupan di ladang dengan 315.000 barel sehari itu juga akan memaksa penutupan ladang minyak El-Feel. Ladang tersebut juga terletak di gurun selatan, yang terpencil dan tanpa ada kepatuhan pada hukum.
El-Feel biasanya memompa sekitar 70.000 barel sehari.
"El Sharara ditutup," kata petugas. Juru bicara suku, yang menyebut diri Gerakan Kemarahan Fezzan, Mohamed Maighal, juga menyatakan ladang itu ditutup.
NOC membenarkan bahwa penjaga memaksa penutupan beberapa pompa di El Sharara, "yang akan menyebabkan pengisian tangki hanya bisa dilakukan di tempat itu dalam beberapa jam ke depan dan dengan demikian memaksa keluaran dihentikan," kata pernyataan.
NOC tidak bisa dihubungi untuk tanggapan lebih lanjut tapi mengatakan akan mengeluarkan pernyataan. Perusahaan tersebut memperingatkan akan "dampak bencana".
"Menghentikan produksi di ladang El Sharara akan menimbulkan dampak besar jangka panjang, akan memakan waktu lama untuk melanjutkan keluaran akibat rongrongan itu dan pencurian, yang mungkin terjadi," kata pernyataan NOC.
Para warga suku menyerbu ke ladang tersebut pada Sabtu (8/12) sesudah NOC menyatakan beberapa penjaga, didukung penduduk setempat, membuka gerbang, mengemudikan jip dan memfilmkan diri mereka dalam video, yang mereka kirim ke kalangan wartawan.
Mereka bermalam di daerah luas dan sebagian tidak aman itu, membuat ancaman untuk menghentikan produksi, yang pertama kali dikeluarkan pada Oktober, jika pihak berwenang tidak menyediakan lebih banyak dana pembangunan untuk wilayah miskin mereka.
"Kami tidak akan mengizinkan ladang El Sharara dibuka kembali kecuali Perserikatan Bangsa-Bangsa menengahi," kata Maighal pada Minggu sore.
Ia menyatakan wilayah Fezzan selatan diabaikan beberapa dasawarsa dan menuntut bahwa pendapatan dari minyak dari ladang setempat digunakan untuk mendanai kegiatan pembangunan.
NOC berusaha keras menjaga lapangan tetap bekerja, dikendalikan dari Tripoli, sekitar 700 kilometer ke utara, dan pada Sabtu malam mengeluarkan pernyataan sesudah lama bungkam, dengan mengatakan bahwa ladang itu diduduki tapi "pada saat ini" tetap buka.
Pejabat pada saat sama mencoba memanfaatkan waktu untuk secara bertahap mematikan sumur guna merundingkan penyelesaian pada detik terakhir sambil menuduh beberapa penjaga bertindak sebagai penjahat.
Insinyur lapangan menyatakan pembicaraan rumit untuk dilakukan karena pengunjuk rasa terpecah dengan suku menginginkan pembangunan, yang akan membutuhkan waktu untuk dijalankan.
Para anggota Penjaga Sarana Perminyakan (PFG) siap mengakhiri penutupan itu jika mereka segera mendapat uang tunai, dengan menyatakan belum dibayar baru-baru ini. Penjaga itu berulang kali meminta negara menambahkan lebih banyak orang ke daftar gaji.
Dengan Libya terpecah menjadi dua pemerintahan lemah, kelompok bersenjata, suku dan warga umum Libya cenderung marah atas inflasi tinggi serta kekurangan prasarana terhadap NOC, yang mereka lihat sebagai sapi perahan dengan dalam pendapatan minyak dan gas miliaran dolar setiap tahun.
Libya baru-baru ini menghasilkan minyak hingga 1,3 juta barel sehari, tertinggi sejak 2013 ketika gelombang penyumbatan ladang minyak dimulai, bagian dari kekacauan sejak Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011.
Baca juga: Militer serahkan kendali pelabuhan minyak Libya ke NOC
Baca juga: Harga minyak jatuh karena Libya
Sumber: Reuters
Editor: Boyke Soekapdjo
Pewarta: Antara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2018